Sepak terjang PT Pindad tak hanya berhenti di sini. Direktur PT Pindad Silmy Karim menargetkan perusahaannya akan menjadi produsen senjata besar dunia pada tahun 2023 mendatang. Ia berharap target itu bisa tercapai lebih cepat.
"Kalau bisa tidak sampai 2023, saya menargetkan untuk tahun depan sudah kelihatan full range (berbagai jenis senjata) produk pindad. Dan ini boleh dibilang kalau kita mandiri, kita memang sudah mandiri kok," ujar Silmy.
Dijelaskan dia, PT Pindad baru bisa dikatakan sebagai produsen senjata besar dunia jika telah memproduksi berbagai senjata dan amunisi. Misalnya, ada peluru kaliber besar dan kecil serta peluru kendali (rudal) dan jet tempur mutakhir. Namun persero tersebut tentu butuh dukungan dana dari pemerintah yang lebih besar.
"Anggaran pertahanan Amerika Serikat adalah 30 persen dari US$ 700 ribu per tahun. (Anggaran di) Indonesia baru untuk total industri dalam negerinya paling 5 persen. Sudah kecil, besarannya kecil pula persentasinya," papar Silmy. "Tapi kita nggak apa-apa dalam arti kan kita punya cita-cita didorong ataupun tidak didorong, kita harus maju. Kalau kita mau cepat maju ya harus didorong, harus cepat dibantu."
Sejauh ini, langkah PT Pindad untuk 'go internasional' sudah dekat dengan banjir pesanan dari luar negeri, termasuk dari Thailand, Filipina, Timor-Timur, Singapura, dan Malaysia. Menurut Silmy, penjualan terbesar di PT Pindad adalah amunisi atau peluru. PT Pindah hingga kini telah menghasilkan hampir seluruh range ukuran kaliber.
"Sekarang kita mendalami amunisi berkaliber besar 105, 90, 76, 155, 30, 40. Untuk medium sedang, tahun ini kita rencananya untuk amunisi medium sedang dan medium besar," kata Silmy.
Dalam mengembangkan amunisi ini, PT Pindad akan bekerja sama dengan perusahaan pembuat senjata dari negara lain dengan proses alih-teknologi dan juga menjaring market internasional. Setelah mendapat ilmu dari pihak luar, PT Pindad kemudian akan mengembangkannya menjadi lebih canggih.
Selain amunisi, PT Pindad juga tengah mengembangkan panser amfibi yang bisa bermanuver di air dan danau. Namun kendaraan taktis tersebut baru bisa tahan di laut dengan ombak pada level tertentu.
"Nanti pengembangannya kita bisa sendiri seperti halnya pada waktu kita berkerjasama dengan pihak luar. Itu kan dengan (pembuatan senapan) SS 1 awalnya, tetapi pada akhirnya kita bisa membuat SS2. Nah pola ini kan sudah proven, nah ini kita pakai. Tidak ada salahnya kan untuk kendaraan kita bisa kerjasama dengan luar negeri untuk yang roda rantai," papar Silmy.
Untuk mewujudkan semua ini, selaku orang nomor 1 di Pindad saat ini, Silmy mengajak dan mengimbau jajarannya untuk lebih bersemangat untuk membuktikan kepada dunia bahwa produk lebih unggul dibanding negara lain. Selain itu, ia juga selalu memberikan kewenangan kepada bawahan yang muda dan enerjik yang bisa terus memperbaharui teknologi dan mengejar pasar penjualan senjata.
"Saya bilang sama teman-teman di sini kita jangan jago kandang gitu. Kita harus bisa menang di luar. Saya dorong itu dan saya pilih penanggungjawabnya yang memang enerjik dan masih muda. Bahkan saya bilang ke mereka, kenapa kamu nggak ke luar negeri gitu untuk mencari pasar. Dan itu adalah salah satu cara untuk memperkenalkan (produk Pindad)," jelas Silmy.
"Menurut saya, kita masih belum memperkenalkan produk-produk unggul kita keluar. Tapi kalau masalah harga, kualitas kita tidak kalah. Yang masih belum kita lakukan pembenahan adalah di layanan purnajual ini yang lagi saya tata." Silmy menjelaskan, karakteristik di industri senjata sangat berbeda dengan industri biasa. "Karena industri defence (pertahanan itu tidak seperti industri pada umumnya. Kedekatan network itu adalah salah satu kunci untuk melakukan ekspor," imbuh dia.
Meski demikian, upaya keras PT Pindad untuk menjadi produsen senjata internasional dirintangi hambatan. Menurut Silmy, PT Pindad yang berada di bawah naungan Kementerian BUMN sulit untuk berkembang lantaran keputusan dan kebijakan harus diputuskan melalui sejumlah proses yang disepakati bersama. "Saya daripada harus menunggu atau kendali di kita lebih baik saya bikin (kebijakan) sendiri. Kalau sudah jadi saya baru melapor, tolong di-support (dukung) produk ini untuk dibeli."
Kendala lainnya adalah ketika yang melakukan riset adalah pihak lain, bukan Pindad. Silmy lebih memilih untuk melakukan riset secara mandiri dan bekerja sama dengan mitra asing. "Bukannya saya inginnya cepat-cepat, tapi karena kita sudah tidak ada waktu lagi untuk kita tidak berlari. Itu yang saya bilang ke teman-teman agar melakukan aktivitas yang lebih baik," tandas Silmy. (Liputan 6)