Anggota Satuan Penanggulangan Teroris TNI tersangkut dan terjatuh saat
mencoba turun dari gedung saat simulasi penyelamatan sandera di Markas
Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Kamis (16/4/2015). Simulasi ini
dilakukan dalam rangkaian acara pengukuhan Presiden Joko Widodo sebagai
warga kehormatan pasukan khusus TNI.
JAKARTA, Sebuah kecelakaan terjadi dalam rangkaian upacara pengukuhan Presiden Joko Widodo sebagai warga kehormatan pasukan khusus TNI di Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Kamis (16/4/2015). Seorang anggota Satuan Penanggulangan Teror (Satgultor) TNI tiba-tiba terjatuh dari gedung bertingkat dalam simulasi di acara itu.
Peristiwa ini terjadi sekitar pukul 09.15. Saat itu, upacara pembaretan Jokowi telah selesai dilakukan dan dilanjutkan dengan pengecekan pasukan. Setelah Jokowi selesai berkeliling memeriksa pasukan, acara diteruskan dengan simulasi penyelamatan sandera dari kelompok teror.
Mereka yang bertugas dalam simulasi ini disebutkan berasal dari Satuan Penanggulangan Teror TNI. Adegan simulasi dimulai dengan kedatangan dua helikopter menuju ke atas Gedung Soedirman yang berlantai tiga tersebut.
Dari dua helikopter berwarna hitam itu, setidaknya sekitar 12 orang personel Satgultor turun menggunakan tali menuju atap gedung. Adegan berikutnya adalah para anggota Satgultor memasang tali untuk melakukan rappeling dari puncak gedung.
Terlihat beberapa anggota Satgultor berhasil masuk ke lantai 3 dengan meletakkan sebuah bom. Anggota lainnya turun langsung ke bagian dasar dan mengambil posisi untuk menerobos masuk dari pintu depan.
Saat hampir semua anggota sudah berada dalam posisi, seorang anggota Satgultor tampak masih menggantung di atas gedung. Dia terlihat kesulitan menguraikan tali untuk bisa turun ke bawah.
Saat akhirnya tali berhasil diturunkan, anggota itu pun langsung terjun ke bawah. Sayangnya, tali yang mengikat badan anggota itu terlepas sebelum sampai ke dasar. Akibatnya, tubuh anggota Satgultor itu jatuh ke lantai dasar gedung.
Pada saat yang bersamaan, ada mobil Satgultor yang melaju kencang dari arah timur. Tubuh anggota yang terjatuh itu sempat terserempet mobil yang melaju kencang. (kompas)
Inilah Kisah Personil Penjaga Pulau Terdepan Indonesia, Tanpa Listrik Hingga Fasilitas Seadanya
Letda Laut (P) Bagus Mondro Murti bersama personilnya
PEKANBARU, GORIAU.COM - Meski
menjadi lokasi vital dalam mengamankan wilayah perairan terdepan
Indonesia, Pos TNI Angkatan Laut (AL) yang didirikan di pulau Jemur
Panipahan, Kecamatan Pasir Limau Kapas Kabupaten Rokan Hilir (Rohil),
ternyata jauh dari standar kelayakan, mulai dari persenjataan,
pertahanan hingga fasilitas bangunan.
Pulau Jemur yang merupakan bagian dari gugusan Arua, dimana terdapat lima sebaran pulau yang ada di sekitarnya. Inilah yang menjadi batas terdepan perairan Indonesia dengan negara luar. Pos Angkatan Laut (AL) juga ditempatkan disini, untuk menjaga teritori Indonesia dari berbagai ancaman berupa pencurian hasil laut, penyelundupan, dan sebagainya.
Walau memegang tanggung jawab besar, Pos AL pulau Jemur yang luasnya sekitar 300 hektar, nyatanya minim fasilitas bangunan, plus alat pemantau teritori seperti teropong canggih. Bahkan gedung yang digunakan sebagai kantor ini sekaligus juga ditempati sebagai rumah tinggal personil AL.
"Disini kantor kami, dan sekaligus tempat tinggal. Kami disini ada empat personil AL dibantu tiga pegawai harian lepas. Biasanya personil di rolling tiga bulan sekali, dan untuk Komandan posko biasanya bergeser dua sampai tiga tahun jabatan," kata Letda Laut (P) Bagus Mondro Murti, selaku Komandan Pos Angkatan Laut (AL) yang bertugas di Pulau Jemur.
Kepada Goriau.com, Murti mengisahkan, sehari-hari pos AL mengandalkan tenaga listrik dari genset yang ada. Ini pun jam operasionalnya terbatas, yakni mulai pukul 18.00 Wib hingga 24.00 Wib. "Saat genset nyala, kita cas aki, yang digunakan untuk mengaktifkan alat komunikasi pada siang harinya," cerita Murti, Senin (13/4/2015).
Di pos ini, Angkatan Laut hanya dilengkapi teropong berdaya jangkau sekitar 1 Mil dan radio USSB untuk koordinasi serta komunikasi dengan pihak Angkatan Laut yang berpusat di Dumai. "Hanya ini yang kita punya dalam mengamankan wilayah perairan dari berbagai gangguan," katanya sambil tersenyum.
Bahkan, beber Murti, untuk air konsumsi baik minum dan MCK, ia dan anggotanya hanya mengandalkan air hujan yang ditampung dibeberapa tandon. Sementara untuk makan, cenderung di stok dalam jangka waktu tiga bulan. "Biasanya jarang stok makanan kita putus, kalau pun terjadi, kami sudah terbiasa mencari alternatif, karena disini kami juga berkebun," mirisnya.
Pulau Jemur yang merupakan bagian dari gugusan Arua, dimana terdapat lima sebaran pulau yang ada di sekitarnya. Inilah yang menjadi batas terdepan perairan Indonesia dengan negara luar. Pos Angkatan Laut (AL) juga ditempatkan disini, untuk menjaga teritori Indonesia dari berbagai ancaman berupa pencurian hasil laut, penyelundupan, dan sebagainya.
Walau memegang tanggung jawab besar, Pos AL pulau Jemur yang luasnya sekitar 300 hektar, nyatanya minim fasilitas bangunan, plus alat pemantau teritori seperti teropong canggih. Bahkan gedung yang digunakan sebagai kantor ini sekaligus juga ditempati sebagai rumah tinggal personil AL.
"Disini kantor kami, dan sekaligus tempat tinggal. Kami disini ada empat personil AL dibantu tiga pegawai harian lepas. Biasanya personil di rolling tiga bulan sekali, dan untuk Komandan posko biasanya bergeser dua sampai tiga tahun jabatan," kata Letda Laut (P) Bagus Mondro Murti, selaku Komandan Pos Angkatan Laut (AL) yang bertugas di Pulau Jemur.
Kepada Goriau.com, Murti mengisahkan, sehari-hari pos AL mengandalkan tenaga listrik dari genset yang ada. Ini pun jam operasionalnya terbatas, yakni mulai pukul 18.00 Wib hingga 24.00 Wib. "Saat genset nyala, kita cas aki, yang digunakan untuk mengaktifkan alat komunikasi pada siang harinya," cerita Murti, Senin (13/4/2015).
Di pos ini, Angkatan Laut hanya dilengkapi teropong berdaya jangkau sekitar 1 Mil dan radio USSB untuk koordinasi serta komunikasi dengan pihak Angkatan Laut yang berpusat di Dumai. "Hanya ini yang kita punya dalam mengamankan wilayah perairan dari berbagai gangguan," katanya sambil tersenyum.
Bahkan, beber Murti, untuk air konsumsi baik minum dan MCK, ia dan anggotanya hanya mengandalkan air hujan yang ditampung dibeberapa tandon. Sementara untuk makan, cenderung di stok dalam jangka waktu tiga bulan. "Biasanya jarang stok makanan kita putus, kalau pun terjadi, kami sudah terbiasa mencari alternatif, karena disini kami juga berkebun," mirisnya.