Isak Kalaibin (kiri), dalam seragam gerakan
separatis OPM dengan pangkat jenderal, sebagai panglima gerakan
separatis Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat, saat diangkat pada
posisi itu, di Distrik Aimas, Kabupaten Sorong, Papua. Foto ini salah
satu dari sekian banyak barang bukti yang diperoleh petugas Kepolisian
Daerah Papua, pasca penyerangan patroli gabungan pada 1 Mei di sana.
(Kepolisian Daerah Papua)
Jayapura,
Papua - Salomina Kalaibin, korban penembakan di Distrik
Aimas, Kabupaten Sorong, Papua Barat , Senin malam, akhirnya meninggal
setelah dirawat sejak 1 Mei lalu. Dari tubuhnya dokter forensik
mendapati, proyektil peluru yang bersarang bukan dari peluru standar
TNI/Kepolisian Indonesia.
Kepala Bidang Humas
Kepolisian Daerah Papua, Komisaris Besar Polisi Gede Sumerta, secara
terpisah mengatakan, korban sempat dioperasi Kamis malam (1/5), sesaat
setelah tertembak, di RS Sele Be Selo Aimas.
Dikatakan,
dokter yang mengoperasi korban berhasil menggeluarkan proyektil namun
jenisnya bukan yang biasa digunakan TNI/Kepolisian Indonesia, alias
bukan amunisi standar senjata organik.
"Kami
memperoleh informasi proyektil yang ditemukan pada tubuh korban itu
bukan proyektil yang digunakan polisi atau TNI," kata Sumerta.
Secara
terpisah, Inspektur Pengawas Daerah Kepolisian Daerah Papua, Komisaris
Besar Gde Sugianyar, menyatakan, "Korban kebetulan perempuan. Namun
diketahui perempuan korban ini anggota OPM Kalaibin, memiliki seragam
dan kartu anggota gerakan mereka."
Informasi
dihimpun menyatakan Salomina Kalaibin memiliki kartu anggota Tentara
Pembebasan Nasional Papua Barat dengan nomor anggota 7104485, berpangkat
Sergeant 2E, berlaku mulai 1 Juli 2007, dan ditandatangani Panglima
Pembebasan Nasional Papua Barat, Richard H Jowen.
Dengan
dia meninggal, maka tercatat tiga warga tewas akibat penembakan sesaat
setelah tim gabungan TNI/Polri diserang masyarakat, sekitar pukul 02.00
WIT Kamis pekan lalu.
Penyerangan itu terjadi
saat petugas gabungan menuju lokasi yang dilaporkan ada sekitar 200
warga sedang berkumpul dan diduga bersiap mengibarkan bendera Bintang
Kejora, lambang separatis OPM untuk memperingati Hari Aneksasi yang
jatuh 1 Mei.
Oleh negara, 1 Mei di sana juga
diperingati sebagai Hari Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang biasa
dirayakan dengan berbagai keramaian melibatkan masyarakat setempat.
Selama ini Sorong dikenal sebagai salah satu kawasan paling aman dan
tenteram di Provinsi Papua.
Akibat penyerangan
itu, satu anggota TNI AD setempat, Pembantu Letnan Dua Saltoni, luka
bacokan dan dua unit kendaraan roda empat yang digunakan rusak
berat. Polisi hingga saat ini masih menyelidiki kasus tersebut dan sudah
menetapkan enam warga sebagai tersangka.
Kelompok
OPM setempat penyerang patroli gabungan itu diketahui dipimpin Isak
Kalaibin. "Kami tengah mengejar kawanan Kalaibin itu hingga ke
hutan-hutan," kata Kepala Polres Sorong, Komisaris Besar Polisi Zulpan,
yang dihubungi lewat telefon genggam.
Di
lokasi dekat tempat penyerangan patroli gabungan itu, di Desa Aimas,
Distrik Aimas, petugas gabungan mendapati berbagai barang bukti
aktivitas kawanan Kalaibin. Selain bendera, ada bagan organisasi OPM
setempat, denah posisi pos polisi dan pos TNI AD setempat, serta
dokumen-dokumen rencana aksi penyerangan.
Masih
ada ratusan amunisi kaliber 5,56 milimeter, senjata api rakitan, dan
magasen pembungkus butir amunisi di senjata laras panjang. Serta senjata
tajam tradisional berupa kampak, parang, dan panah di lahan yang
menjadi arena perekrutan dan pelatihan anggota separatis OPM itu