Faktanya, Indonesia amat bergantung pada Amerika Serikat, terutama di bidang
ekonomi dan alutsista. Kalau mau gagah-gagahan memutus hubungan dengan
negara adidaya itu, siapkah dengan konsekuensinya?
JAKARTA : Mencuatnya kabar soal penyadapan intelijen
Amerika Serikat (AS) dan Australia terhadap beberapa negara termasuk
Indonesia, memicu ketegangan hubungan antarnegara.
Amerika Serikat dan Australia sudah punya hubungan baik dengan
Indonesia. Tak sudi dikhianati negara sahabat, kali ini, cukup di sini
saja hubungan itu?
"Harus dikaji dulu sejauh mana efektifitas pemutusan diplomatik itu.
Apakah ada nilai kerugian untuk kepentingan nasional yang jauh lebih
besar atau tidak?" kata pengamat intelijen dari LIPI Ganewati Wulandari,
Sabtu (9/11), di Jakarta.
AS, lanjutnya, merupakan negara besar yang punya kekuatan ekonomi
sekaligus militer yang amat besar. Gegabah memutus hubungan dengan
negara adidaya, bisa-bisa celaka.
"Jangan lupa, untuk ekspor saja, Amerika itu adalah negara yang
menjadi prioritas kita. Itu baru dalam konteks perdagangan," katanya.
Dalam konteks keamanan regional pun Indonesia masih amat bergantung
pada AS, terutama terkait sengketa di Laut Cina Selatan. Pengalaman
membuktikan, saat AS mengembargo peralatan milter, Indonesia sempat
kelimpungan mengganti suku cadang alutsista karena sebagian besar
merupakan produksi AS.
"Kita mau gagah-gagahan, tapi secara riil memang kita ada
kertergantungan alutsista yang sebagian besar dari Amerika Serikat,"
dalihnya.
Ketimbang sok gagah tapi melempem, Indonesia lebih baik fokus membenahi intelijen agar tak lagi kecolongan disadap.