Sistem pertahanan udara seperti S-400 sangat
efektif karena biaya operasional yang hemat. Sistem rudal
permukaan-ke-udara jarak jauh ini, jauh lebih murah daripada pesawat
berawak dan tak berawak yang dirancang untuk menembak jatuh pesawat
musuh dan jarak jangkau yang sangat jauh dari S-400 menggandakan
keuntungan tersebut.
Taipei – Pesawat tempur F-16 Taiwan menghadapi
ancaman serius setelah Rusia sepakat menjual sistem rudal anti-udara
jarak jauh 400 km, S-400 Triumf mobile ke China.Laporan media Rusia menunjukkan Cina dan Rusia telah menandatangani kontrak US $ 3 miliar untuk mendapatkan pembelian awal, enam batalyon S-400. Rudal ini merupakan varian upgrade dari S-300, dan kini ditempatkan oleh China di batalion dekat kota-kota besar di sepanjang pantai menghadap Taiwan dan Jepang.
Dengan jarak jangkau 400 kilometer dan ditempatkan di Provinsi Fujian, sistem SAM akan mampu meng-cover seluruh wilayah udara Taiwan, sehingga akhirnya memecahkan “masalah superioritas udara untuk China. ”
Jika China memilih untuk menyebarkan S-400 di Provinsi Shandong, sistem rudal itu akan menyediakan cakupan wilayah udara atas Kepulauan Senkaku. “Itu akan menjadi kemampuan asimetris yang lain, bersama dengan rudal balistik anti-kapal, yang akan meningkatkan potensi China dalam menangani konflik lokal di Asia Timur,” kata pengamat militer Vasilily Kashin.
China telah mengajukan klaim atas Kepulauan Senkaku yang kini dikontrol Jepang. Faktor lain menunjukkan China akan menyebarkan S-400 di Laut China Timur seiring dengan diterapkannya zona identifikasi pertahanan udara di atas Laut China Timur, termasuk Senkaku, di November 2013.
“Mengingat rentang jarak jangkau S-400 yang sangat panjang dan kemampuan perang elektronik yang efektif, rudal ini adalah faktor penentu (game changing) yang menantang kemampuan militer saat ini di tingkat operasional perang,” kata Paul Giarra, Presiden, Strategi global dan Transformasi. S-400 telah mengubah defensive system menjadi ofensive system dan memperpanjang payung udara China (anti-akses / area denial) atas wilayah sekutu Amerika dan laut lepas.”
S-400 memberikan China rasa percaya diri yang lebih dalam mengendalikan wilayah udara di Taiwan, dan akan berfungsi sebagai faktor penting dalam mengalahkan kemampuan pertahanan udara Taiwan selama perang, kata Chen York, mantan penasihat senior Dewan Keamanan Nasional Taiwan.
Setelah rudal permukaan-ke-permukaan China menghancurkan pangkalan udara Taiwan dan landasan pacu pada awal konflik, S-400 bisa menargetkan sisa pesawat tempur yang berhasil mencapai udara terlebih dahulu, termasuk menghadapi setiap pesawat tempur AS atau Jepang yang datang untuk membantu Taiwan selama pertempuran. Taiwan bisa saja dibantu oleh pesawat tempur STOVL seperti F-35B dan V-22 Osprey, namun China memiliki 1.300 rudal jarak pendek yang ditujukan ke Taiwan. Pangkalan udara Taiwan akan terhapus dalam waktu singkat, saat perang dimulai dengan China.
Penjualan S-400 ke China menunjukkan semakin pentingnya program pertahanan diri Taiwan, termasuk Program UAV siluman; Program rudal jelajah serangan darat HF-2E; serta air-launched Wan Chien (Ten Thousand Swords) joint standoff weapon, kata Ian Easton, peneliti The Project 2049 Institute.
“Taiwan jelas memiliki kebutuhan yang besar rudal balistik murah dalam jumlah banyak. Kemampuan teknologi Taiwan untuk itu memang ada, tapi Taiwan membuat program tersebut sangat tersembunyi, “katanya.
Sistem pertahanan udara seperti S-400 sangat efektif karena biaya operasional yang hemat. Sistem rudal permukaan-ke-udara jarak jauh ini, jauh lebih murah daripada pesawat berawak dan tak berawak yang dirancang untuk menembak jatuh pesawat musuh dan jarak jangkau yang sangat jauh dari S-400 menggandakan keuntungan tersebut.
Tanpa melakukan apa-apa, pesawat musuh akan menjauh dari pantai China, memberikan taring, misa, untuk pernyataan China bahwa misi pengawasan di China ZEE [zona ekonomi eksklusif] tidak diperbolehkan.
Cina sempat geram karena pesawat militer AS berkali terbang di ZEE China dan pelecehan itu dilakukan pesawat militer AS dan kapal laut-akan sejak tahun 2001. Pada bulan Agustus, pesawat Tempur J-11 China sempat menyergap pesawat patroli maritim Angkatan Laut AS, P-8 Poseidon di dekat Pulau Hainan.
Meski ancaman sistem SAM China maju ke wilayah yang panas/ konflik, ada keyakinan bahwa Taiwan, Jepang dan Amerika Serikat tetap memiliki opsi untuk mengalahkannya. Termasuk dengan perang elektronik dan menemukan radar serta menghancurkannya dengan rudal anti-radiasi.
Begitu radar jarak jauh China dihidupkan maka akan terlacak langsung oleh Taiwanese signals intelligence [SIGINT] unit di Tung-yin Island dan Matsu Island. Radar jarak jauh China itu juga akan rentan terhadap unit SIGINT Amerika dan Jepang di Okinawa dan pulau-pulau sekitarnya. Termasuk SIGINT dari kapal selam yang diparkir di lepas pantai China, serta SIGINT dari pesawat berawak dan tak berawak yang berpatroli di Laut China Timur.
Sebuah laporan dari Departemen Pertahanan Taiwan mengatakan meskipun S-400 China bersifat mobile, namun diduga akan ditempatkan di lokasi tetap seperti yang terjadi dengan sistem S-300PMU SAM, sebelumnya. Kebiasaan ini akan membuat mereka rentan terhadap serangan dan tidak ada sistem SAM sempurna, terutama Rusia.
Taiwan memiliki sistem rudal sendiri untuk melawan China, seperti sistem SAM Tien Kung 2 dan 3 dan rudal jelajah serangan darat Hsiung Feng 2E. Taiwan sedang bekerja untuk meningkatkan jarak jangkau sistem rudal anti-kapal Hsiung Feng 2 dengan kisaran 250-kilometer, dan kini dalam tahap pengujian peluncuran.
Lin Chong-Pin, mantan wakil menteri pertahanan Taiwan mengatakan S-400 adalah “Game Changer” yang mulai muncul satu dekade yang lalu.
Keuntungan militer Taiwan atas Cina mulai menipis di awal 1990-an. Akibatnya, strategi China “berevolusi dari perang pemusnahan terhadap Taiwan menjadi perang Melumpuhkan (paralysis) sebagai skenario pertempuran terhadap Taiwan.
Sekarang, ujar Lin, operasi militer telah terjadi di Taiwan berdasarkan “perang melumpuhkan (perang peringkat rendah di antara pilihan Beijing) dan Beijing memiliki begitu banyak pilihan lainnya seperti: ‘instrumen extra-militer’ – ekonomi, media, diplomatik, psikologis – yang akhirnya bertujuab ‘mengintegrasikan’ Taiwan ke China. (DefenseNews.com).