"Sebaiknya kalau mau beli, jangan yang bekas. Karena potensi besaran biaya pemeliharaan dan perawatannya akan menjadi lebih mahal," kata Endriartono kepada Antara di Banjarnegara, Jawa Tengah, Minggu (8/12).
Pernyataan tersebut menanggapi adanya penawaran kepada Indonesia untuk membeli kapal selam Kilo Class bekas buatan Rusia.
Menurut Endriartono, pada dasarnya pembelian ataupun pembuatan alutsista akan selalu diiringi dengan anggaran yang harus disiapkan untuk melakukan pemeliharaan pada saat mulai dioperasikan.
"Biaya itu setiap tahunnya akan meningkat sesuai dengan umur alatnya. Itu harus juga diperhitungkan," ujar Endriartono.
"Kalau sampai jatuhnya angka perawatan ini bisa setara dengan biaya untuk membuat atau membeli yang baru, kan pasti lebih baik yang baru," katanya menambahkan.
Berkaitan dengan itu, Endriartono juga mempertanyakan kejelasan pola anggaran militer di Indonesia, khususnya menyangkut pos pemeliharaan dan perawatan alutsista. Sebab, hal itu masih belum jelas hingga sampai saat ini.
Ketidakjelasan itu diperlihatkan dengan hobi Indonesia menerima hibah-hibah alutsista dari negara-negara sahabat, ujar Endriartono.
Bagi Endriartono, kebutuhan peremajaan alutsista harus memperhatikan aspek umur alat yang akan dibeli.
"Kecuali kalau kita memang sedang ada keadaan darurat menjelang perang dengan pihak-pihak tertentu, itu baru silakan ambil yang sudah ditawarkan. Terlepas dari itu bekas ataupun apa, selama siap pakai harus diambil karena menyangkut darurat pertahanan," ujarnya.
"Bahkan, kalau dalam keadaan perang tentunya semua anggaran akan diarahkan untuk pertahanan kan," Endriartono menambahkan.
Sebelumnya, pada hari Jumat (6/12), Kementerian Pertahanan RI menyatakan akan mengirimkan tim khusus untuk melihat secara fisik kondisi kapal selam Kilo Class bekas buatan Rusia yang ditawarkan kepada Indonesia.
"Ini merupakan kerja sama lanjutan antara Indonesia dan Rusia, dari Angkatan Laut, kami akan kirim tim ke Rusia untuk melihat kondisi kapal selam Kilo Class," kata Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro.
Menurut dia, Indonesia memiliki dua pilihan untuk memperkuat armada laut nasional, khususnya pengadaan kapal selam, yakni pertama, mendatangkan kapal selam kilo class bekas buatan Rusia, dan opsi kedua, membangun kapal selam baru berteknologi Korea.
Sementara itu, Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana (TNI) Marsetio menjelaskan bahwa Indonesia telah memiliki dua kapal selam buatan Jerman, dan saat ini tengah dilaksanakan pembangunan tiga unit kapal selam atas kerja sama dengan Korea Selatan.
suara pembaruan