Pages

Friday, 13 December 2013

Praktik Pungli Sektor Pelayaran Mencapai Rp 5,5 Triliun


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi9rcgdaJ5ffhky3XaebNIH4kVz6lsaBz3ll66_MxQ0TSIojcJRv2XuLdv5brxwLlxTWQskKs3Wd_KV4q9dEV_AkeGFvCBQOq38Sm_4T4guSIvAoWbzdTrcimurrJTMsP1chXubAmYHGkI/s640/dua-kapal-patroli-kamla-sea-trail-di-barelang.jpgJakarta : Indonesian National Shipowner’s Association (INSA) mendesak pemerintah mempercepat terbentuknya Indonesia Sea and Coast Guard (ISCG).

Para pelaku usaha di sektor pelayaran mengaku, pungli di laut Indonesia yang makin meresahkan salah satunya dipicu tumpang tindih kewenangan pengamanan wilayah laut.

Indonesian National Shipowner’s Association (INSA) mengungkapkan, praktik pungli di sektor pelayaran ditengarai mencapai Rp 5,5 triliun.

Jumlah itu diperoleh dari asumsi sekitar 11 ribu unit kapal niaga yang berlayar di perairan Indonesia dan dikenai denda masing-masing Rp 50 juta, jika tertangkap dan bermasalah soal kelengkapan administrasi kapal.

Kondisi ini membuat para pengusaha di sektor pelayaran resah, karena harus mengeluarkan biaya tambahan dan itu membebani bisnis mereka secara keseluruhan. Tumpang tindih kewenangan pengamanan wilayah laut disebut sebagai faktor utama yang memicu terjadinya pungli.

Saat ini ada beragam lembaga yang terlibat dalam penegakan peraturan pelayaran, seperti TNI AL, Polisi Laut, Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP), Bea Cukai dan Administrator Pelabuhan (Adpel).

Dalam prakteknya, kapal niaga yang tertangkap saat berlayar di perairan Indonesia, seringkali harus menjalani pengecekan kapal berulang kali oleh lembaga yang berbeda. Meskipun Kementerian Perhubungan telah berulangkali mengancam akan menindak oknum lembaga yang ketahuan melakukan pungli, praktik ini diketahui terus berlangsung.

Hal inilah yang mendesak dibentuknya badan tunggal penjaga pantai dan laut, atau Indonesia Sea and Coast Guard (ISCG), sesuai dengan UU nomor 17 tahun 2008 tentang pelayaran.

Jika mengacu pada undang-undang itu, pembentukan badan tunggal dimaksud semestinya sudah terbentuk paling lambat tiga tahun sejak UU itu berlaku. Nyatanya, sampai hari ini peraturan pemerintah ataupun pembentukan badan Sea and Coast Guard ini tidak juga terealisasi.

Pembentukan ISCG berhenti di pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) akan akan menjadi landasan dibentuknya badan tunggal itu. Tidak adanya koordinasi antar kementerian tampaknya menjadi penyebab terkatung-katungnya RPP tersebut.

“Anggota INSA mau berhenti kerja, capek sudah,” tegas Ketua Umum Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) Carmelita Hartoto, Senin (9/12). INSA mengultimatum Presiden RI agar segera membentuk ISCG, agar pelaku usaha tidak lagi terbebani biaya tinggi dengan alasan keamanan oleh oknum-oknum instansi terkait.


kompasiana