Besok Senin pagi, 9 April 2012, penulis
mendapat undangan untuk menghadiri parade dalam rangka peringatan ke-66
HUT TNI AU bertempat di Taxy Way Echo Pangkalan TNI AU Halim
Perdanakusuma, Jakarta. Kali ini terbersit rasa bangga penulis sebagai
salah satu purnawirawan TNI AU, melihat persiapan parade yang akan
dimeriahkan dengan sedikit 'pamer' kekuatan dan kemampuan TNI AU sebagai sayap tanah air, penjaga dirgantara Indonesia.
Setelah selesai upacara resmi, akan
dilakukan demo yang melibatkan 64 pesawat TNI AU, baik unsur tempur,
transport, intai dan latih. Diantaranya yang dilibatkan adalah pesawat
Sukhoi, F-16 A/B, F-5E, Hawk-200, C-130, CN-235, C-212, KT-1B, NAS-332,
SA-330, Heli EC-120. Selain fly pass, juga akan dilakukan beberapa
manuver pesawat tempur, dan demo aerobatic Tim Jupiter, dan beberapa
manuver seperti 'mirror,' terbang bersamaan dengan salah satu pesawat
posisi terbalik bak kaca.
Dimasa mendatang, TNI AU rencananya akan
mendapat tambahan kekuatan beberapa jenis pesawat seperti F-16, F-5,
Sukhoi SU-30MK2 dan Pesawat Tempur Korea T-50 serta Super Tocano EMB-314
dari Brazilia. Pada artikel ini, penulis akan sedikit membahas Super
Tucano yang menurut Pangkoopsau-II, Marsda TNI Ismono Wijayanto, akan
tiba pada bulan Agustus 2012, menggantikan OV-10 Bronco.
OV-10 Bronco Pespur COIN
Super Tocano EMB-314 dibeli pemerintah
Indonesia untuk menggantikan fungsi pesawat tempur ringan OV-10 Bronco.
Pembelian ditandatangani saat pameran Indo Defence 2010. Menurut
Panglima Koopsau-II, enam buah Super Tucano akan tiba pada bulan Agustus
2012 dan sebagai home base ditetapkan di Lanud Abdulrachman Saleh,
Malang.
OV-10, Bronco telah mengabdi di TNI AU
lebih dari 30 tahun sejak kedatangannya pertama kali di Indonesia pada
tanggal 28 September 1976. Pesawat tempur taktis yang disebut si kuda
liar ini paling banyak diterjunkan dalam berbagai operasi militer.
Bronco adalah pesawat propeller, tetapi lincah dan gesit dan dapat
bermanuver dengan kecepatan rendah di atas target sehingga lebih mudah
dalam mengidentifikasi target di permukaan.
Super Tucano akan berperan seperti
Bronco khususnya dengan fungsi COIN (counter insurgency), lebih khusus
untuk melakukan penyerangan target permukaan, baik dalam sebuah operasi
berdiri sendiri (Serangan Udara Langsung) maupun sebagai pesawat tempur
ringan dalam memberikan dukungan tembakan bagi pasukan darat. Dalam
operasi udara dikenal sebagai close air support.
Dari sejarahnya, pesawat OV-10 Bronco
telah sukses berbakti dalam melakukan operasi udara (bantuan tembakan
udara), seperti pada Ops Seroja (1976-1979), ops Tumpas (1977-1978), Ops
Halilintar (1979), Ops Guruh Petir (1980), Ops Kikis (1981-1982), Ops
Tumpas (1983-1985), Ops Halau (1985-1987), Ops Rencong Terbang
(1991-1993), Ops Oscar (1991-1992).
Beberapa teman penulis satu angkatan,
Akabri 1970 ada yang pernah bertugas menerbangkan OV-10 Bronco, dan
terlibat dalam beberapa operasi militer diatas, saat itu berpangkat
Letttu-Kapten, kini sudah purna, diantaranya Marsda Pur Sonny Rizany,
Marsda Pur Ronggo Sunarso, Marsma Pur Agus Suwarno (Alm), Kolonel Pur
Sihotang (Alm) dan Kapten Pur Pnb Halik Hamir (Alm).
EMB-314 Super Tucano
Super Tucano diputuskan dibeli, setelah
melalui sebuah proses panjang penilaian dari berbagai aspek baik oleh
Kemenhan, Mabes TNI dan TNI AU sebagai operator. Pesawat ini setelah
melalui berbagai pertimbangan dan penilaian diputuskan paling cocok bagi
TNI AU, mengalahkan beberapa kompetitornya atau beberapa alternatif
pesawat serupa, yaitu L-159A (Ceko), M-346 (Italia), K8P (China), dan
KO-1B (Korea).
EMB-314 Super Tucano atau ALX, atau A-29
adalah versi yang disempurnakan dari pesawat latih EMB-312 Tucano,
dimana versi baru ini mempunyai kelebihan lebih cepat dan kemampuan
terbangnya lebih tinggi. Pesawat ini dirancang untuk light attack, counter insurgency ( COIN ), close air support ,dan aerial reconnaissance missions. Dirancang
untuk dapat beroperasi di daerah dengan suhu tinggi, kondisi kelembaban
yang tinggi. Dilengkapi dengan generasi ke-4 avionik yang
menggabungkan dengan sistem senjata dalam memandu akurasi senjata.
Prototipe Super Tucano terbang pertama
kali pada tahun 1992. Pada tahun 1995, Embraer memenangkan kontrak dari
Brazilian Air Force untuk pengembangan varian Super Tucano (proyek ALX).
Pesawat ini dioptimalkan untuk kondisi lingkungan di Amazon, Brazilia.
ALX diciptakan untuk mampu beroperasi
disegala kondisi cuaca, siang dan malam, mampu melaksanakan misi dari
pangkalan terpencil dan tak beraspal, runway dari tanah dengan sedikit
dukungan. Pesawat produksi pertama selesai pada tahun 1999. Pada Agustus
2001, AU Brazil menandatangani kontrak pembelian 76 Super Tucano dengan
konfigurasi 25 unit kursi tunggal (A-29 ALX) dan 51 unit kursi ganda
(AT-29 ALX). Pesawat pertama itu diterima AU Brazil pada Desember 2003.
Pada September 2007, 50 pesawat telah beroperasi penuh.
Varian Super Tucano, A-29A
(Single-seater for attack and armed reconnaissance (on interdiction
tasks), attack and cover (on close air support tasks), able to intercept
and destroy low performance aircraft. A-29B (Twin-seater for the same
tasks as the single seat version, also used in training and advanced
aerial control (on monitoring tasks).
Sejarah Operasi Udara EMB-314 Super Tucano
EMB-314 Digunakan oleh oleh empatbelas
negara dan empatbelas negara lainnya mempunyai potensi akan membeli
pesawat ini. Dari sejarah penggunaan kegiatan serangan udara, Super
Tucano telah dipergunakan AU Brazil untuk melakukan penghancuran kartel
narkotika pada operasi Agata. Skuadron Scorpion Brazil, sukses melakukan
serangan terhadap sebuah landasan udara terlarang dengan penggunaan
Computer on-board. Dalam serangan tersebut, delapan bom seberat 230 kg
(500 lb) Mk 82 digunakan untuk menghancurkan landasan. Dalam Operasi
Agata-2, operasi militer Brazil pasukan Brasil telah menyita 62 ton
narkoba, menangkap 3.000 orang dan menghancurkan tiga lapangan terbang
gelap. Selain itu lebih dari 650 ton senjata dan bahan peledak telah
disita.
Super Tucano juga dipergunakan secara
aktif oleh AU Kolumbia, dimana Sebanyak 25 Super Tucanos (varian AT-29B)
yang dibeli oleh Angkatan Udara Kolombia seharga 234 juta USD dari
Embraer Brazil. Tiga pesawat pertama tiba 14 Desember 2006 untuk di
Bogotá . Dua pesawat diterima pada minggu dari 16 Desember 2006, 10
lebih di paruh pertama tahun 2007 dan sisanya pada bulan Juni 2008. Pada
Januari 2007, Super Tucano dipergunakan untuk menyerang pemberontak di
Kolumbia, FARC (Fuerzas Armadas Revolucionarias de Kolombia).
Selain itu Super Tucano juga
dipergunakan dalam Operasi Sodoma 21 September 2010 membom kamp
pemberontak 12 mil Selatan Bogota. Operasi Odiseo, 15 Oktober 2011, lima
Super Tucano mengebom Markas FARC, dimana Komandan pemberontak FARC
Alfonso Cano tewas karena bom. Operasi Frontera, 22 Februari 2012, Super
Tuscano mengebom wilayah Bojaya, yang berbatasan dengan Panama,
menewaskan teroris terkenal Pedro Alvarado, pembantai 119 warga sipil di
Bojaya tahun 2002.
Operasi Espada de Honor, 21 Maret 2012,
lima Super Tucano mengebom markas FARC di Front Arauca dekat perbatasan
Venezuela, 33 pemberontak tewas. Sembilan Super Tucano kemudian
menghancurkan markas 27 FARC Viesta Hermosa dengan 40 bom, 36
pemberontak tewas.
Dari beberapa contoh sejarah operasi
udara terlihat bahwa Super Tucano sangat cocok untuk penghancuran
sasaran di permukaan, dengan melakukan serangan bom pintar, rata-rata
target dapat dihancurkan dalam waktu singkat.
Spesifikasi Super Tucano
Super Tucano memiliki maximum take off
weight 5.400 kg, dengan external load 1550 kg/5 hard point. Kapasitas
internal fuel twin seater 656 liter dan single seater 956 liter dengan
external tank 960 liter dapat terbang 7 jam dengan jarak capai 1480 nm.
Sedangkan max operating speed 320 kts, cruising speed 280 kts dan
stalling speed 80 kts, service ceiling 35.000 ft dengan cabin pressurize
dan Oxygen Obogs (On board Oxygen Generation System). Begitu kita masuk
Cockpit terlihat ejection seat Martin Baker MK-10 L (0-0) dengan
operating 3 modes (normal, aft dan single) dan dilengkapi anti “G” suit
dan personal Survival Kit.
Salah satu pejabat TNI AU Marsda TNI
(Pur) Ganjar Wiranegara (Alm, meninggal 8 Februari 2008) pernah
berkunjung dan menerbangkan Super Tucano di Brazilia, menuliskan hasil
fliht test-nya, yang merupakan salah satu referensi terbaik dalam
menilai Super Tucano sebagai pengganti OV-10 Bronco. Hasil test
flight-nya sebagai berikut.
Cockpit Layout. Setelah duduk
dalam cockpit, terlihat Super Tucano memiliki cockpit yang lebih
ergonomic dengan penempatan panel instrument lebih baik dan memudahkan
mengoperasikan system yang ada. Integrasi sistem HUD (Head Up Display),
UFCP (Up Front Control Panel) dan dua CMFD (6”x8” Color Multi Function
Displays) sangat memudahkan dan meringankan kerja penerbang.
Pada front seat HUD dilengkapi Video
Camera yang dapat dilihat oleh back seat dan dapat di-transmit ke
station di bawah maupun pesawat lain via data link dan dapat direkam
pada digital video recorder. elalui UFCP penerbang dapat merubah
radio/nav aid freq, way point/tactical information, armament type/modes
dan lain-lain. Sedangkan CMFD dapat memperlihatkan additional dan
routine information (engine instruments, rute penerbangan, armament
system dll), procedure list dan utamanya back up displays untuk HUD dan
UFCP.
Pada throttle dan stick control terdapat
banyak tombol/switches yang akan memudahkan pengoperasian dengan tangan
tetap pada throttle dan stick sehingga tetap mempertahankan control
capability. Itulah disebut konsep HOTAS (Hand On Throttle and Stick)
yang menjamin penerbang tetap waspada dan penuh konsentrasi terhadap
keadaan di luar cockpit. Pesawat ini juga dilengkapi Operational Flight
Program, Mission and Displays Processor serta Digital Video Recorder dan
Flight Data Recorder.
Engine. Super Tucano
menggunakan Pratt & Whitney buatan Canada PT 6A-68C/3 Turboprop 1600
SHP dengan 5 blade propeller yang dilengkapi EICAS (Engine Indication
and Crew Alerting System) dan Fire Detection System. Pelaksanaan start
sangat mudah dan dapat dilakukan oleh front maupun back seat, pertama
fuel booster pump ON kemudian push button start, 14 % RPM (Ng) throttle
posisi start, setelah propeller unfeather light indicator off throttle
idle kira kira 40 detik RPM stabil pada 66 % RPM temperature 6700 C.
Sebelum taxy out, Cabin Pressurize dan
Air Conditioning ON dilanjutkan parking brake release, idle power cukup
untuk taxy speed. Selama taxy dirasakan manual nose wheel steering
sangat responsive, dengan ujung kaki saja mudah mengatur speed taxy.
Navigation aids and Communication.
Sebelum kembali ke base melaksanakan short navigation, Super Tucano
dilengkapi dengan GPS dan INS, Laser Ring Gyro dan Radar Altimeter
sehingga hasilnya precise. GPS stand alone untuk mencegah trouble di
salah satu sistem, selain itu tetap dilengkapi basic flight instrument.
Nav aid dilengkapi VOR/ILS, DME dan ADF serta dilengkapi digital anti
interception & jamming V/UHF radio dan juga Fuel Alarms
(Joker/Bingo).Untuk memudahkan pelaksanaan terbang dilengkapi Auto Pilot
dengan modes Heading Hold, Altitude Hold, Navigation and Approach.
Sistem komunikasinya dilengkapi VHF/UHF
radios with cripto dan Data Link, HF radio, IFF transponder dan
Emergency Locator Transmitter. Sistem Data Link di Super Tucano sangat
menarik dapat melaksanakan operasi silent communication dengan ground
ataupun pesawat lain (Secure Communication).
Armament System. Sistem
persenjataan Super Tucano terdiri atas 2 machine gun kiri dan kanan 0,5 “
(250 round each), dan 5 hard point di wing untuk 2 out board station di
bawah wing (max 250 kg) dan 2 inboard station di bawah wing dan di
tengah (max 350 kg) yang dapat juga dipasang external tank, sehingga
total maximum external load 1.550 kg. Semua station dapat dipasang bomb
sejenis MK-81 maupun MK-82, Cluster, Rocket Pod dan juga dapat dipasang
Laser Guided Bomb.
Selain itu di outboard station dapat
dipasang Short Range Air to Air Missile (AIM-9L class) dan juga dapat
dipasang Air to Ground Missile (Maverick class). Pesawat ini juga
dilengkapi Self Protection System terdiri dari RWR (Radar Warning
Receiver), MAWS (Missile Approach Warning System) dan Chaff & Flare
Dispensers.
Pelaksanaan bombing 2 bomb dengan
A/G-CCIP dive angle 300 dengan hasil 3m/4m, 2 bomb dengan A/G- CCRP
level bombing dan DTOS dengan hasil 13m/14m. Adapun hasil strafing 3
runs, run pertama 20 peluru/17 in, run kedua 20 peluru/14 in, run ketiga
40 peluru/27 in. Walaupun dengan keterbatasan jumlah sorti, namun
terlihat dari peralatan avionic dan hasil Weapon Delivery menunjukan
Weapon Control System Super Tucano sama dengan generasi terbaru dari Jet
Fighter Aircraft.
Kesimpulan
Super Tucano adalah pesawat Light Attack
Turboprop yang sangat ideal untuk melaksanakan misinya dalam COIN
(Counter Insurgency) dengan presisi yang tinggi dan dapat operasional
malam hari (FLIR & NVG Compatible). Selain itu Super Tucano dapat
digunakan sebagai pesawat Latih Lanjut maupun transisi ke pesawat
fighter jet generasi terakhir.
Rencana penempatan Pesawat Super Tucano
di Malang dianggap tepat sebagai bekas home base OV-10 Bronco. Dengan
rencana kedatangan satu skadron (16 pesawat), maka menurut
Pangkoopsau-II Ismono, Tugas Komandan Lanud untuk mempersiapkan segala
sesuatunya termasuk pendidikan penerbang yang sebagian diambilkan dari
mantan penerbang OV-10 yang telah tersebar. Dengan kedatangan Super
Tucano, TNI AU akan lebih sukses melaksanakan tugas pokok dan tugas
tambahannya dengan memiliki alutsista yang tepat, karena dari sejarah
Indonesia, pemberontakan dan gerakan insurgensi merupakan ancaman yang
pernah terjadi.
Swa Bhuwana Paksa, Sayap Tanah Air,
itulah kebanggaan insan dirgantara saat ini, dimana walau perlahan,
kekuatan AU sebagai penjaga kedaulatan di udara dapat semakin meningkat.
Walau sudah diluar sistem, penulis bangga dengan TNI AU yang telah
membesarkan penulis hingga seperti sekarang. Semoga tulisan ini
bermanfaat sebagai salah satu sumbangsih penulis atas kecintaan kepada
Angkatan dimana penulis pernah mengabdi. Dirgahayu TNI AU! Semoga Allah
Swt selalu melindungimu dalam mengemban amanah membela tanah tumpah
darah hingga tetes darah yang penghabisan. Prayitno Ramelan ("The
Blues")