Pages

Thursday, 23 October 2014

Mengenal Super Tucano pengganti OV-10 Bronco TNI AU

Besok Senin pagi, 9 April 2012, penulis mendapat undangan untuk menghadiri parade dalam rangka peringatan ke-66 HUT TNI AU bertempat di Taxy Way Echo Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta. Kali ini terbersit rasa bangga penulis sebagai salah satu purnawirawan TNI AU, melihat persiapan parade yang akan dimeriahkan dengan sedikit 'pamer' kekuatan dan kemampuan TNI AU sebagai sayap tanah air, penjaga dirgantara Indonesia.
Setelah selesai upacara resmi, akan dilakukan demo yang melibatkan 64 pesawat TNI AU, baik unsur tempur, transport, intai dan latih. Diantaranya yang dilibatkan adalah pesawat Sukhoi, F-16 A/B, F-5E, Hawk-200, C-130, CN-235, C-212, KT-1B, NAS-332, SA-330, Heli EC-120. Selain fly pass, juga akan dilakukan beberapa manuver pesawat tempur, dan demo aerobatic Tim Jupiter, dan beberapa manuver seperti 'mirror,' terbang bersamaan dengan salah satu pesawat posisi terbalik bak kaca.
Dimasa mendatang, TNI AU rencananya akan mendapat tambahan kekuatan beberapa jenis pesawat seperti F-16, F-5, Sukhoi SU-30MK2 dan Pesawat Tempur Korea T-50 serta Super Tocano EMB-314 dari Brazilia. Pada artikel ini, penulis akan sedikit membahas Super Tucano yang menurut  Pangkoopsau-II, Marsda TNI Ismono Wijayanto, akan tiba pada bulan Agustus 2012, menggantikan OV-10 Bronco.

OV-10  Bronco Pespur COIN

Super Tocano EMB-314 dibeli pemerintah Indonesia untuk menggantikan fungsi  pesawat tempur ringan OV-10 Bronco. Pembelian ditandatangani saat pameran Indo Defence 2010. Menurut Panglima Koopsau-II, enam buah Super Tucano akan tiba pada bulan Agustus 2012 dan sebagai home base ditetapkan di Lanud Abdulrachman Saleh, Malang.
OV-10, Bronco telah mengabdi di TNI AU lebih dari 30 tahun sejak kedatangannya pertama kali di Indonesia pada tanggal 28 September 1976. Pesawat tempur taktis yang disebut si kuda liar ini paling banyak diterjunkan dalam berbagai operasi militer. Bronco adalah pesawat propeller, tetapi lincah dan gesit dan dapat bermanuver dengan kecepatan rendah di atas target sehingga lebih mudah dalam mengidentifikasi target di permukaan.
Super Tucano akan berperan seperti Bronco khususnya dengan fungsi COIN (counter insurgency), lebih khusus untuk melakukan penyerangan target permukaan, baik dalam sebuah operasi berdiri sendiri (Serangan Udara Langsung) maupun sebagai pesawat tempur ringan dalam memberikan dukungan tembakan bagi pasukan darat. Dalam operasi udara dikenal sebagai  close air support.
Dari sejarahnya, pesawat OV-10 Bronco telah sukses berbakti dalam melakukan operasi udara (bantuan tembakan udara), seperti pada Ops Seroja (1976-1979), ops Tumpas (1977-1978), Ops Halilintar (1979), Ops Guruh Petir (1980), Ops Kikis (1981-1982), Ops Tumpas (1983-1985), Ops Halau (1985-1987), Ops Rencong Terbang (1991-1993), Ops Oscar (1991-1992).
Beberapa teman penulis satu angkatan, Akabri 1970 ada yang pernah bertugas menerbangkan OV-10 Bronco, dan terlibat dalam beberapa operasi militer diatas, saat itu berpangkat Letttu-Kapten, kini sudah purna, diantaranya Marsda Pur Sonny Rizany, Marsda Pur Ronggo Sunarso, Marsma Pur Agus Suwarno (Alm), Kolonel Pur Sihotang (Alm) dan Kapten Pur Pnb Halik Hamir (Alm).

EMB-314  Super Tucano

Super Tucano diputuskan dibeli, setelah melalui sebuah proses panjang penilaian dari berbagai aspek baik oleh Kemenhan, Mabes TNI dan TNI AU sebagai operator. Pesawat ini setelah melalui berbagai pertimbangan dan penilaian diputuskan paling cocok bagi TNI AU, mengalahkan beberapa kompetitornya atau beberapa alternatif pesawat serupa, yaitu L-159A (Ceko), M-346 (Italia), K8P (China),  dan KO-1B (Korea).
EMB-314 Super Tucano atau ALX, atau A-29 adalah versi yang disempurnakan dari pesawat latih EMB-312 Tucano, dimana versi baru ini mempunyai kelebihan   lebih cepat dan kemampuan terbangnya  lebih tinggi. Pesawat ini dirancang untuk light attack, counter insurgency ( COIN ), close air support ,dan  aerial reconnaissance missions. Dirancang untuk dapat beroperasi di daerah dengan suhu tinggi, kondisi kelembaban yang tinggi. Dilengkapi dengan  generasi ke-4 avionik yang menggabungkan dengan  sistem senjata dalam memandu akurasi senjata.
Prototipe Super Tucano terbang pertama kali pada tahun 1992. Pada tahun 1995, Embraer memenangkan kontrak dari Brazilian Air Force untuk pengembangan varian Super Tucano (proyek ALX). Pesawat ini dioptimalkan untuk kondisi lingkungan di Amazon, Brazilia.
ALX diciptakan untuk mampu beroperasi disegala kondisi cuaca, siang dan malam, mampu melaksanakan  misi dari pangkalan terpencil dan tak beraspal, runway dari  tanah dengan sedikit dukungan. Pesawat produksi pertama selesai pada tahun 1999. Pada Agustus 2001, AU Brazil menandatangani kontrak pembelian 76 Super Tucano dengan konfigurasi 25 unit kursi tunggal (A-29 ALX) dan 51 unit kursi ganda (AT-29 ALX). Pesawat pertama itu diterima AU Brazil pada Desember 2003. Pada September 2007, 50 pesawat telah beroperasi penuh.
Varian Super Tucano, A-29A (Single-seater for attack and armed reconnaissance (on interdiction tasks), attack and cover (on close air support tasks), able to intercept and destroy low performance aircraft. A-29B (Twin-seater for the same tasks as the single seat version, also used in training and advanced aerial control (on monitoring tasks).

Sejarah Operasi Udara EMB-314  Super Tucano

EMB-314 Digunakan oleh oleh empatbelas negara dan empatbelas negara lainnya mempunyai potensi akan membeli pesawat ini. Dari sejarah penggunaan kegiatan serangan udara, Super Tucano telah dipergunakan AU Brazil untuk melakukan penghancuran kartel narkotika pada operasi Agata. Skuadron Scorpion Brazil, sukses melakukan serangan terhadap sebuah landasan udara terlarang dengan penggunaan Computer on-board. Dalam serangan tersebut, delapan bom seberat 230 kg (500 lb) Mk 82 digunakan untuk menghancurkan landasan. Dalam Operasi Agata-2, operasi militer Brazil pasukan Brasil telah menyita 62 ton narkoba, menangkap 3.000 orang dan menghancurkan tiga lapangan terbang gelap. Selain itu lebih dari 650 ton senjata dan bahan peledak telah disita.
Super Tucano juga dipergunakan secara aktif oleh AU Kolumbia, dimana Sebanyak 25 Super Tucanos (varian AT-29B) yang dibeli oleh Angkatan Udara Kolombia seharga 234 juta USD dari Embraer Brazil.  Tiga pesawat  pertama tiba  14 Desember 2006 untuk  di Bogotá . Dua pesawat diterima pada minggu dari 16 Desember 2006, 10 lebih di paruh pertama tahun 2007 dan sisanya pada bulan Juni 2008. Pada Januari 2007, Super Tucano dipergunakan untuk menyerang pemberontak di Kolumbia, FARC (Fuerzas Armadas Revolucionarias de Kolombia).
Selain itu Super Tucano juga dipergunakan dalam Operasi Sodoma 21 September 2010 membom kamp pemberontak 12 mil Selatan Bogota. Operasi Odiseo, 15 Oktober 2011, lima Super Tucano mengebom Markas FARC, dimana Komandan pemberontak FARC Alfonso Cano tewas karena bom. Operasi Frontera, 22 Februari 2012, Super Tuscano mengebom wilayah Bojaya, yang berbatasan dengan Panama, menewaskan teroris terkenal Pedro Alvarado, pembantai 119 warga sipil di Bojaya tahun 2002.
Operasi Espada de Honor, 21 Maret 2012, lima Super Tucano mengebom markas FARC di Front Arauca dekat perbatasan Venezuela, 33 pemberontak tewas. Sembilan Super Tucano kemudian menghancurkan markas 27 FARC Viesta Hermosa dengan 40 bom, 36 pemberontak tewas.
Dari beberapa contoh sejarah operasi udara terlihat bahwa Super Tucano sangat cocok untuk penghancuran sasaran di permukaan, dengan melakukan serangan bom pintar, rata-rata target dapat dihancurkan dalam waktu singkat.

Spesifikasi Super Tucano

Super Tucano memiliki maximum take off weight 5.400 kg, dengan external load 1550 kg/5 hard point. Kapasitas internal fuel twin seater 656 liter dan single seater 956 liter dengan external tank 960 liter dapat terbang 7 jam dengan jarak capai 1480 nm. Sedangkan max operating speed 320 kts, cruising speed 280 kts dan stalling speed 80 kts, service ceiling 35.000 ft dengan cabin pressurize dan Oxygen Obogs (On board Oxygen Generation System). Begitu kita masuk Cockpit terlihat ejection seat Martin Baker MK-10 L (0-0) dengan operating 3 modes (normal, aft dan single) dan dilengkapi anti “G” suit dan personal Survival Kit.
Salah satu pejabat TNI AU Marsda TNI (Pur) Ganjar Wiranegara (Alm, meninggal 8 Februari 2008) pernah berkunjung dan menerbangkan Super Tucano di Brazilia, menuliskan hasil fliht test-nya, yang merupakan salah satu referensi terbaik dalam menilai Super Tucano sebagai pengganti OV-10 Bronco. Hasil test flight-nya sebagai berikut.
Cockpit Layout.  Setelah duduk dalam cockpit, terlihat Super Tucano memiliki cockpit yang lebih ergonomic dengan penempatan panel instrument lebih baik dan memudahkan mengoperasikan system yang ada. Integrasi sistem HUD (Head Up Display), UFCP (Up Front Control Panel) dan dua CMFD (6”x8” Color Multi Function Displays) sangat memudahkan dan meringankan kerja penerbang.
Pada front seat HUD dilengkapi Video Camera yang dapat dilihat oleh back seat dan dapat di-transmit ke station di bawah maupun pesawat lain via data link dan dapat direkam pada digital video recorder. elalui UFCP penerbang dapat merubah radio/nav aid freq, way point/tactical information, armament type/modes dan lain-lain. Sedangkan CMFD dapat memperlihatkan additional dan routine information (engine instruments, rute penerbangan, armament system dll), procedure list dan utamanya back up displays untuk HUD dan UFCP.
Pada throttle dan stick control terdapat banyak tombol/switches yang akan memudahkan pengoperasian dengan tangan tetap pada throttle dan stick sehingga tetap mempertahankan control capability. Itulah disebut konsep HOTAS (Hand On Throttle and Stick) yang menjamin penerbang tetap waspada dan penuh konsentrasi terhadap keadaan di luar cockpit. Pesawat ini juga dilengkapi Operational Flight Program, Mission and Displays Processor serta Digital Video Recorder dan Flight Data Recorder.
Engine. Super Tucano menggunakan Pratt & Whitney buatan Canada PT 6A-68C/3 Turboprop 1600 SHP dengan 5 blade propeller yang dilengkapi EICAS (Engine Indication and Crew Alerting System) dan Fire Detection System. Pelaksanaan start sangat mudah dan dapat dilakukan oleh front maupun back seat, pertama fuel booster pump ON kemudian push button start, 14 % RPM (Ng) throttle posisi start, setelah propeller unfeather light indicator off throttle idle kira kira 40 detik RPM stabil pada 66 % RPM temperature 6700 C.
Sebelum taxy out, Cabin Pressurize dan Air Conditioning ON dilanjutkan parking brake release, idle power cukup untuk taxy speed. Selama taxy dirasakan manual nose wheel steering sangat responsive, dengan ujung kaki saja mudah mengatur speed taxy.
Navigation aids and Communication. Sebelum kembali ke base melaksanakan short navigation, Super Tucano dilengkapi dengan GPS dan INS, Laser Ring Gyro dan Radar Altimeter sehingga hasilnya precise. GPS stand alone untuk mencegah trouble di salah satu sistem, selain itu tetap dilengkapi basic flight instrument. Nav aid dilengkapi VOR/ILS, DME dan ADF serta dilengkapi digital anti interception & jamming V/UHF radio dan juga Fuel Alarms (Joker/Bingo).Untuk memudahkan pelaksanaan terbang dilengkapi Auto Pilot dengan modes Heading Hold, Altitude Hold, Navigation and Approach.
Sistem komunikasinya dilengkapi VHF/UHF radios with cripto dan Data Link, HF radio, IFF transponder dan Emergency Locator Transmitter. Sistem Data Link di Super Tucano sangat menarik dapat melaksanakan operasi silent communication dengan ground ataupun pesawat lain (Secure Communication).
Armament System. Sistem persenjataan Super Tucano terdiri atas 2 machine gun kiri dan kanan 0,5 “ (250 round each), dan 5 hard point di wing untuk 2 out board station di bawah wing (max 250 kg) dan 2 inboard station di bawah wing dan di tengah (max 350 kg) yang dapat juga dipasang external tank, sehingga total maximum external load 1.550 kg. Semua station dapat dipasang bomb sejenis MK-81 maupun MK-82, Cluster, Rocket Pod dan juga dapat dipasang Laser Guided Bomb.
Selain itu di outboard station dapat dipasang Short Range Air to Air Missile (AIM-9L class) dan juga dapat dipasang Air to Ground Missile (Maverick class). Pesawat ini juga dilengkapi Self Protection System terdiri dari RWR (Radar Warning Receiver), MAWS (Missile Approach Warning System) dan Chaff & Flare Dispensers.
Pelaksanaan bombing 2 bomb dengan A/G-CCIP dive angle 300 dengan hasil 3m/4m, 2 bomb dengan A/G- CCRP level bombing dan DTOS dengan hasil 13m/14m. Adapun hasil strafing 3 runs, run pertama 20 peluru/17 in, run kedua 20 peluru/14 in, run ketiga 40 peluru/27 in. Walaupun dengan keterbatasan jumlah sorti, namun terlihat dari peralatan avionic dan hasil Weapon Delivery menunjukan Weapon Control System Super Tucano sama dengan generasi terbaru dari Jet Fighter Aircraft.

Kesimpulan

Super Tucano adalah pesawat Light Attack Turboprop yang sangat ideal untuk melaksanakan misinya dalam COIN (Counter Insurgency) dengan presisi yang tinggi dan dapat operasional malam hari (FLIR & NVG Compatible). Selain itu Super Tucano dapat digunakan sebagai pesawat Latih Lanjut maupun transisi ke pesawat fighter jet generasi terakhir.
Rencana penempatan Pesawat Super Tucano di Malang dianggap tepat sebagai bekas home base OV-10 Bronco. Dengan rencana kedatangan satu skadron (16 pesawat), maka  menurut Pangkoopsau-II Ismono, Tugas Komandan Lanud untuk mempersiapkan segala sesuatunya termasuk pendidikan penerbang yang sebagian diambilkan dari mantan penerbang OV-10 yang telah tersebar. Dengan kedatangan Super Tucano, TNI AU akan lebih sukses melaksanakan tugas pokok dan tugas tambahannya dengan memiliki alutsista yang tepat, karena dari sejarah Indonesia, pemberontakan dan gerakan insurgensi merupakan ancaman yang pernah terjadi.
Swa Bhuwana Paksa, Sayap Tanah Air, itulah kebanggaan insan dirgantara saat ini, dimana walau perlahan, kekuatan AU sebagai penjaga kedaulatan di udara dapat semakin meningkat. Walau sudah diluar sistem, penulis bangga dengan TNI AU yang telah membesarkan penulis hingga seperti sekarang. Semoga tulisan ini bermanfaat sebagai salah satu sumbangsih penulis atas kecintaan kepada Angkatan dimana penulis pernah mengabdi.  Dirgahayu TNI AU! Semoga Allah Swt selalu melindungimu dalam mengemban amanah membela tanah tumpah darah hingga tetes darah yang penghabisan. Prayitno Ramelan ("The Blues")