Ilustrasi Jaringan Satelit |
Dalam latihan maupun operasi sehari-hari, TNI mempunyai jaringan komunikasi satelit yang operasionalnya dikendalikan oleh Mabes TNI. Namun satelit ini masih menyewa transponder milik PT Telkom dengan frekuensi C-Band. Padahal teknologi C-Band belum bersifat “all weather proof”, sehingga kurang mendukung operasi militer yang membutuhkan komunikasi handal di segala cuaca.
Sebagian teknologi komunikasi TNI, masih menggunakan teknologi radio dan belum terintegrasi. Pos Komando dan Pengendalian (kodal) TNI AL, belum bisa terhubung ke kapal. Kondisi itu memunculkan kesulitan di lapangan. Andai saja ada kapal perang asing yang melanggar kedaulatan negara, maka keputusan menembak atau tidak, sulit diperoleh dalam waktu cepat. apal tidak memiliki komunikasi langsung ke Pos Kendali Pusat di Jakarta.
Contoh lainnya di matra TNI AU. Keputusan menerbangkan F-16 ke pulau Bawean untuk mencegat penerbangan F-18 AS, membutuhkan waktu hingga hitungan jam, karena keterbatasan komunikasi. Hal ini tentunya riskan bagi pertahanan negara. TNI membutuhkan teknologi yang dapat menghubungkan operator di lapangan dengan pengambil keputusan, sehingga suatu kasus dapat dieksekusi dengan cepat dan efisien.
Saat ini TNI sedang membangunan Komando dan Pengendalian (Kodal) yang berbasis teknologi satelit menggantikan teknologi radio yang saat ini. Untuk itu, TNI berencana membeli satelit militer dan memperbaiki jaringan komunikasi mereka.
Grafik Komunikasi Sateit Militer (BBC.co.uk) |
Wakil Ketua Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Golkar (F-PG) Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan, mendukung rencana pengadaan satelit untuk keperluan militer, karena selama ini, satelit yang digunakan untuk pertahanan negara, masih menyewa. Hal itu rentan dari segi keamanan dan rawan pencurian data oleh pihak lain.
“Kami akan mendukung pengadaan satelit untuk militer itu, guna mengakhiri ketergantungan dari pihak lain. Karena selama ini satelit untuk sistem pengamanan negara masih sewa,” ujar Agus Gumiwang Kartasasmita, Kamis (22/8).
Wakil Ketua Komisi I DPR ini berharap, pengadaan satelit untuk kepentingan militer itu menggunakan buatan dalam negeri sendiri. Sebab, jika ditinjau dari keamanannya, akan lebih aman daripada membeli satelit dari negara lain.
“Kami dengar putra-putri dalam negeri telah mampu membuat satelit sendiri, yang kualitas dan speknya tidak kalah dengan satelit buatan negara lain. Kami akan mendukung pengadaan satelit untuk militer itu, jika menggunakan bauatan dalam negeri sendiri. Karena dari segi keamanannya juga terjamin.” Agus optimistis rencana pengadaan dan pembelian satelit militer dapat segera terwujud, seiring dengan anggaran Kementerian Pertahanan pada RAPBN 2014, yang mencapai lebih dari 83 triliun, di luar dana tambahan dan dana on top. “Saya kira soal anggaran tidak masalah. Dapat menggunakan anggaran di RAPBN 2014, di luar anggaran rutin yang bersifat operasional. Karena kita juga dukung adanya penambahan anggaran di luar pagu yang ada,” ujar Agus.