Thursday, 21 November 2013
Alouette III: Kiprah Heli Serbaguna Penerbad TNI AD Era 70-an
Dilihat dari desainnya, helikopter ini terlihat culun dibandingkan desain heli modern saat ini. Bila dilihat sekilas, bentuk heli ini bahkan mirip dengan helicak (heli becak), kendaraan umum warga DKI Jakarta pada era 70-an. Tapi jangan salah, heli yang menyandang nama Alouette III SA-316 ini punya andil sejarah yang cukup besar dalam dunia dirgantara di Tanah Air, khususnya melengkapi armada Penerbad TNI AD sejak tahun 1969.
Dirunut dari sejarahnya, Alouette III hadir di Indonesia sebagai pelipur lara, pasca Penerbad harus kehilangan armada heli Mil Mi-4 akibat di grounded karena embargo suku cadang militer dari Uni Soviet. Di tahun 1969, melalui Hankam, Penerbad kebagian jatah tujuh unit heli Aerospatiale Aloutte III buatan Perancis. Dalam memperkuat operasi Seroja, pada tahun 1975 sebuah heli sejenis kembali diterima. Bahkan, di tahun 1985, Penerbad mendapatkan dua heli Alouette II bekas pakai Pelita Air Service. Di era yang sama, Penerbad juga tengah mengoperasikan heli NBO-105 dan Bell 205 A-1.
Bila NBO-105 dan Bell 205 A-1 digunakan untuk misi serbaguna, plus bantuan tembakan ke permukaan. Maka peran Alouette III sebatas untuk misi angkut personel, logistik, dan evakuasi medis, karena memang Aloutte III yang dibeli Indonesia tidak dilengkapi dengan paket sistem senjata. Kiprah Aloutte III dalam operasi militer dimulai pada 1969, tatkala heli ini dilibatkan dalam operasi Sapu Bersih menumpas gerakan PGRS/Paraku di Kalimantan.
Di tahun 1974, Alouette III dikerahkan untuk misi pengejaran Tapol G-30S/PKI yang mencoba melarikan diri dari tahanan di Pulau Buru. Kemudian di tahun 1975, Alouette III dilibatkan dalam operasi Flamboyan, sebelum operasi Seroja di Timor-Timur. Tercatat ada tiga heli Alouette III serta sembilan heli NBO-105 dikerahkan. Kiprah lain Alouette III juga ikut dalam operasi pemberantasan GPK pimpinan Hasan Tiro di Aceh. Boleh dibilang Alouette III sudah lumayan kenyang dilibatkan dalam operasi militer dan non militer. Berbeda dengan NBO-105 dan Bell 205 A-1 yang kini masih eksis digunakan, Alouette III saat ini sudah tak lagi dioperasikan secara penuh oleh Penerbad. Sebagian dari armada Alouette III ada yang menjadi monumen di halaman Akademi Militer, Magelang – Jawa Tengah.
Alouette III SA-316
Di antara deretan keluara Alouette, Alouette III adalah seri yang paling sukses. Menyandang predikat sebagai heli ringan serbaguna, Alouette III bisa ditemukan di banyak negara dan digunakan secara luas, baik di kalangan sipil dan militer. Salah satu keunggulan heli ini adalah kemampuannya untuk terbang tinggi, hingga 5.000 meter. Salah satu Alouette III pertama mendarat dan lepas landas Juli 1960 dengan tujuh orang diatasnya dan mampu mencapai ketinggian 4.810 meter di pegunungan Alpen Perancis, dekat Mont Blanc.
Masih soal ketinggian terbang, pada November 1960, Alouette III mencapai keberhasilan lebih lagi. Dan, hingga saat itu belum ada yang berhasil mencapainya, dimana heli ini dapat mencapai ketinggian 6.004 meter di Himalaya dengan mengangkut dua orang dan muatan 250 kg. Keberhasilan ini sontak mendapat perhatian luas dari seluruh dunia.
Prototipe Alouette III SA-316 mengudara pada 28 Februari 1959. Awalnya heli menggunakan mesin turbin gas Turbomeca Artouste 3 yang tingkatnya lebih rendah, menjadikan heli ini dapat beroperasi dengan baik di bawah 880 hp. Tampilan kompartemen mesinnya mirip dengan heli Westland Wasp TNI AL, dibiarkan terbuka tanpa pelindung. Pra seri edisi pertama SA-316 A lepas landas untuk pertama kalinya di Juli 1960.Setelah dua prototipe dan heli pra seri, produksi dimulai pada tahun 1961.
Heli ini diawaki oleh seorang pilot dan mampu membawa enam penumpang. Untuk kapasitas medis, dua tandu, seorang cedera, dan seorang petugas medis dapat diangkut. Sebagai heli angkut serbaguna, kargo 740 kg di kabin dan 750 kg di luar muatan bisa dibawanya. Peran lain heli ini juga kerap digunakan untuk pemantauan saat kebakaran hutan, dan fotografi udara.
Lebih tajam perannya sebagai heli militer, Alouette III terbilang galak, bahkan heli ini dapat ditambahkan dengan perangkat radar. Dengan label seri SA-319, heli dapat dibekali radar ORB-31, dan senjata mautnya adalah rudal AS.11 buatan Aerospatiale. AS.11 adalah rudal udara ke permukaan yang dapat melesat hingga kecepatan 580 km/jam. Alouette III dapat membawa 4 rudal AS.11. Selain laris digunakan AD, heli ini juga cukup banyak digunakan oleh AL. Berangkat dari atas geladak kapal perang, heli ini bahkan sanggup membawa dua torpedo MK-46. Ini artinya Alouette III sanggup berperan dalam memperkuat elemen AKS (anti kapal selam). Khusus untuk misi di lautan, selain membawa dua torpedo, Alouette III dapat dilengkapi radar Doppler, auto pilot dan komputer navigasi.
Produksi Alouette III berakhir pada Mei 1985, sekitar 1.473 unit telah dibuat dan beroperasi di 90 negara. Jumlah ini masih harus ditambah lagi sekitar 500 unit yang dibuat dibawah lisensi di India dan Rumania. Selain Indonesia, di Asia Tenggara, Alouette III juga digunakan oleh militer Malaysia dan Singapura. (Bayu Pamungkas)
Spesifikasi Alouette III
Panjang : 10,03 meter
Diamater rotor utama : 11,02 meter
Tinggi : 3 meter
Main rotor area: 95.38 m2
Empty weight : 1,143 kg
Gross weight : 2,200 kg
Mesin : 1 × Turbomeca Artouste IIIB turboshaft, 649 kW (870 shp) derated to 425 kW (570 hp)
Kecepatan max : 210 km/jam
Kecepatan jelajah : 185 km/jam
Jarak jelajah : 540 km
Ketinggian terbang normal : 3,200 meter
Kecepatan menanjak : 4,3 meter/detik
indomiliter