Dilihat dari desainnya, helikopter ini terlihat culun dibandingkan desain heli modern saat ini. Bila dilihat sekilas, bentuk heli ini bahkan mirip dengan helicak (heli becak), kendaraan umum warga DKI Jakarta pada era 70-an. Tapi jangan salah, heli yang menyandang nama Alouette III SA-316 ini punya andil sejarah yang cukup besar dalam dunia dirgantara di Tanah Air, khususnya melengkapi armada Penerbad TNI AD sejak tahun 1969.
Dirunut dari sejarahnya, Alouette III hadir di Indonesia sebagai pelipur lara, pasca Penerbad harus kehilangan armada heli Mil Mi-4 akibat di grounded karena embargo suku cadang militer dari Uni Soviet. Di tahun 1969, melalui Hankam, Penerbad kebagian jatah tujuh unit heli Aerospatiale Aloutte III buatan Perancis. Dalam memperkuat operasi Seroja, pada tahun 1975 sebuah heli sejenis kembali diterima. Bahkan, di tahun 1985, Penerbad mendapatkan dua heli Alouette II bekas pakai Pelita Air Service. Di era yang sama, Penerbad juga tengah mengoperasikan heli NBO-105 dan Bell 205 A-1.
Bila NBO-105 dan Bell 205 A-1 digunakan untuk misi serbaguna, plus bantuan tembakan ke permukaan. Maka peran Alouette III sebatas untuk misi angkut personel, logistik, dan evakuasi medis, karena memang Aloutte III yang dibeli Indonesia tidak dilengkapi dengan paket sistem senjata. Kiprah Aloutte III dalam operasi militer dimulai pada 1969, tatkala heli ini dilibatkan dalam operasi Sapu Bersih menumpas gerakan PGRS/Paraku di Kalimantan.
Alouette II milik Penerbal TNI AL, Penerbad TNI AD pun juga punya jenis heli ini.
Alouette III Penerbad TNI AD
Alouette III di halaman Akademi Militer, Magelang.
Salah satu Alouette III TNI AD yang masih beroperasi, nampak di latar belakang heli angkut berat Mi-17.
Alouette III SA-316
Di antara deretan keluara Alouette, Alouette III adalah seri yang paling sukses. Menyandang predikat sebagai heli ringan serbaguna, Alouette III bisa ditemukan di banyak negara dan digunakan secara luas, baik di kalangan sipil dan militer. Salah satu keunggulan heli ini adalah kemampuannya untuk terbang tinggi, hingga 5.000 meter. Salah satu Alouette III pertama mendarat dan lepas landas Juli 1960 dengan tujuh orang diatasnya dan mampu mencapai ketinggian 4.810 meter di pegunungan Alpen Perancis, dekat Mont Blanc.
Masih soal ketinggian terbang, pada November 1960, Alouette III mencapai keberhasilan lebih lagi. Dan, hingga saat itu belum ada yang berhasil mencapainya, dimana heli ini dapat mencapai ketinggian 6.004 meter di Himalaya dengan mengangkut dua orang dan muatan 250 kg. Keberhasilan ini sontak mendapat perhatian luas dari seluruh dunia.
Tampilan 3D Alouette III
Mesin dibiarkan terbuka, mirip dengan desain di heli Westland Wasp.
Heli ini diawaki oleh seorang pilot dan mampu membawa enam penumpang. Untuk kapasitas medis, dua tandu, seorang cedera, dan seorang petugas medis dapat diangkut. Sebagai heli angkut serbaguna, kargo 740 kg di kabin dan 750 kg di luar muatan bisa dibawanya. Peran lain heli ini juga kerap digunakan untuk pemantauan saat kebakaran hutan, dan fotografi udara.
Tampilan pada kokpit.
Alouette III dapat pula dipasangi door gun, tidak tanggung-tanggung menggunakan kanon kaliber 20mm.
Alouette versi AKS, lengkap dengan radar Doppler dan torpedo MK46
Alouette III tengah melepaskan rudal AS.11
Produksi Alouette III berakhir pada Mei 1985, sekitar 1.473 unit telah dibuat dan beroperasi di 90 negara. Jumlah ini masih harus ditambah lagi sekitar 500 unit yang dibuat dibawah lisensi di India dan Rumania. Selain Indonesia, di Asia Tenggara, Alouette III juga digunakan oleh militer Malaysia dan Singapura. (Bayu Pamungkas)
Spesifikasi Alouette III
Panjang : 10,03 meter
Diamater rotor utama : 11,02 meter
Tinggi : 3 meter
Main rotor area: 95.38 m2
Empty weight : 1,143 kg
Gross weight : 2,200 kg
Mesin : 1 × Turbomeca Artouste IIIB turboshaft, 649 kW (870 shp) derated to 425 kW (570 hp)
Kecepatan max : 210 km/jam
Kecepatan jelajah : 185 km/jam
Jarak jelajah : 540 km
Ketinggian terbang normal : 3,200 meter
Kecepatan menanjak : 4,3 meter/detik
indomiliter