Pages

Thursday, 21 November 2013

"Tindak Tegas Penyadapan, RI Harus Usir Diplomat AS dan Australia"

penyadapan Australia melibatkan AS sebagai pelaku utama.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan PM Australia Tony Abbott.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan PM Australia Tony Abbott.
 Tindakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengirimkan surat protes kepada Perdana Menteri Australia Tony Abbott dinilai sia-sia.

Pakar hukum internasional Hikmahanto Juwana mengatakan, tuntutan Presiden itu dapat menjadi bumerang. Karena, menurutnya, sampai kapanpun Pemerintah Australia tidak akan memberi penjelasan, apalagi meminta maaf. 

"Ada dua alasan. Pertama, PM Tony Abbott tidak akan menciderai tradisi pemerintah bila ketahuan melakukan penyadapan. Mereka akan selalu mengatakan tidak akan mengakui dan tidak akan menyangkal," kata Hikmahanto kepada VIVAnews, Rabu malam, 20 November 2013.

Kedua, dia melanjutkan, bila Australia memenuhi tuntutan kepada Indonesia berarti Australia harus juga memberi penjelasan bagi negara-negara yang menjadi korban penyadapan.

Menurut Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, penyadapan ini bukan masalah bilateral Australia dengan Indonesia, melainkan melibatkan Amerika Serikat sebagai pelaku utama. Apalagi sudah banyak negara yang menjadi korban. 

"Mengapa pemerintah tidak melakukan sikap tegas kepada AS juga? Menjadi permasalahan bila Abbott tidak kunjung memberi penjelasan, apakah pemerintah Indonesia akan terus meningkatkan sikapnya? Bagaimana bila tensi menurun namun penjelasan tidak kunjung diberikan? Tidak kah pemerintah Indonesia akan kehilangan muka?" ujar dia

Oleh karena itu, dia menilai, tindakan tegas yang tepat adalah melakukan pengusiran sejumlah diplomat AS dan Australia.

"Berdasarkan praktik diplomasi bila ada negara yang mengetahui negaranya disadap maka negara tersebut akan melakukan pengusiran diplomat tanpa ada tuntutan penjelasan atau menyampaikan maaf," kata Hikmahanto.

Dia melanjutkan, AS dan Australia tentu tidak akan melakukan tindakan balasan bila Indonesia melakukan pengusiran. Justru kedua negara akan berterima kasih bila dilakukan hal ini.

"Ini karena AS dan Australia tahu mereka salah melakukan praktik kotor penyadapan namun tidak mungkin mengakui kesalahan tersebut secara terbuka di ruang publik," ungkapnya.

Dalam pernyataan resmi Presiden SBY pada Rabu siang, sambil menunggu jawaban resmi Australia soal penyadapan, Indonesia menghentikan  sejumlah kerjasama dengan Negeri Kanguru itu. Presiden menyatakan, akan menghentikan sementara semua kerjasama militer dan intelijen antara kedua negara.

SBY mengatakan, berdasarkan hukum yang berlaku pada kedua negara, kegiatan penyadapan tidak diperbolehkan karena selain menabrak hak-hak asasi manusia, tentu juga berkaitan dengan moral dan etika sebagai sahabat, tetangga dan rekan kerja. Untuk itu, Pemerintah Indonesia mengharapkan sekali lagi penjelasan dan sikap resmi Australia atas penyadapan tersebut.

"Kalau Australia ingin jaga hubungan baik dengan Indonesia ke depan, saya masih tetap tunggu penjelasan sikap resmi kepada Indonesia," ujar Presiden.


viva.co.id