Semua peralatan itu patut diduga bisa dimanfaatkan oleh Australia.
Kepolisian Republik Indonesia segera
memeriksa semua peralatan dan persenjataan, khususnya Detasemen Khusus
88 Antiteror yang diperoleh dari hasil hibah maupun yang dibeli dari
Australia. Keputusan ini muncul di tengah skandal penyadapan intelijen
Australia atas para pejabat RI.
Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Pol Ronny Franky Sompie, Kamis 21
November 2013, menyatakan semua peralatan itu patut diduga bisa
dimanfaatkan oleh Australia untuk menyadap Indonesia.
"Kami akan mengevaluasi semua peralatan. Saya kira Kepala Densus 88
dibawah Komando Kabareskrim ketika membeli atau menerima hibah alat itu
sudah mengetahui kemungkinan ada penyadapan," kata Ronny di Mabes
Polri.
Menurutnya, Polri tentu telah mengantisipasi upaya penyadapan yang dilakukan intelijen asing dalam setiap kerjasama.
"Namun saya harus tanya kepada Densus 88 dan Bareskrim Polri apakah
ada kemungkinan segala macam data yang ada pada Densus 88 tersadap,
terekam, dan bisa disalahgunakan untuk kepentingan negara lain, termasuk
oleh Australia. Itu akan kami evaluasi," ujarnya.
Kerjasama antara Polri dengan kepolisian Australia, yakni
Australian Federal Police (AFP), semakin meningkat terutama usai
serangan bom Bali tahun 2001 dan ledakan di depan Kedutaan Besar
Australia di Jakarta tahun 2004.
Kerjasama yang dilakukan Polri dengan AFP meliputi pengembangan
kemampuan personel dan pertukaran informasi intelijen. Kemudian
pembangungan laboratorium Cyber Crime Bareskrim Polri dan pembangunan
Jakarta Centre for Law Enforcement Cooperation (JCLEC) di Semarang.
viva.co.id