PM Australia ini mesti berhati-hati dengan model arogansi
pertetanggaannya. Jika buruknya hubungan
ini tidak dikelola dengan hati nurani dan kualitas intelektual kepemimpinan
maka kerugian lebih besar akan ditanggung negeri itu. Kerugian paling fatal dari semua akibat gaya
kepemimpinan yang sok jagoan itu adalah dibukanya kartu truf diplomatik yang
selama ini disimpan di lemari pendingin Kemenlu. Yaitu merapatnya Indonesia ke Cina dan Rusia.
Jika ini terjadi maka sesungguhnya negeri aborigin itu sudah terisolasi dari
mata rantai utama Asia Pasifik, dan benarlah kata Gus Dur waktu itu, Australia menjadi
negeri usus buntu.
Sebaran sejumlah KRI |
Perhitungan visioner Indonesia ini harus bisa dianalisis
dengan cermat oleh Australia kalau tak mau terjadi sebuah kisah perjiranan yang
patah arang, sesal kemudian tak berguna. Kedekatan hubungan diplomatik dan
militer Indonesia dengan Cina tak terbantahkan saat ini. Paman Panda sedang
mendirikan sekolah rudal di Indonesia, sesuatu yang jarang terjadi di dunia
karena negara pemilik teknologi rudal sangat pelit ilmu. Jika transfer
teknologi rudal C 705 ini di wisuda, maka mulai tahun 2017 Indonesia akan mampu
memproduksi peluru kendali anti kapal yang bisa dikembangkan menjadi peluru
kendali varian lain yang lebih gahar.
Demikian juga dengan Rusia. Masih ingat ketika KTT APEC di Bali Oktober 2013,
Presiden SBY bermain gitar dan menyanyikan lagu selamat ulang tahun untuk
Vladimir Putin. Lalu keduanya berpelukan hangat sementara Abbott salah tingkah,
padahal pemimpin APEC yang lain bertepuk tangan hangat. Bukankah ini sinyal kedekatan RI-Rusia. Buktinya ada tawaran 10 kapal selam herder dari
Rusia dan rencana beli Sukhoi SU35 serta persenjataan maut lainnya. Penting juga diketahui bahwa Cina dan Rusia
akan mengikuti latihan gabungan angkatan laut 17 negara bertajuk Latgab Komodo
April mendatang di Natuna. Sementara
Australia mengundurkan diri, sebuah sikap serba salah. Kalau diikuti malu hati
karena hubungan militer dengan RI sedang dingin. Kalau tidak diikuti kok merasa terkucil
padahal latihan itu ada di medan konflik yang harus diikuti percaturannya, Laut
Cina Selatan.
2 KRI jenis fregat siaga di pangkalan aju |
Jika Indonesia merapat ke Cina maka konflik teritori di
Laut Cina Selatan secara psywar telah dimenangkan negeri semilyar ummat
itu. Dengan Cina memeluk Indonesia
sebagai pemilik teritori bumper untuk Australia maka bisa dipastikan negeri
selatan itu akan klimpungan sendiri, meski di belakangnya ada AS. Belum lagi dengan kekuatan ekonomi Cina yang akan
mengambil alih posisi kepemimpinan liga kekuatan ekonomi dari AS pada tahun
2018 dan akan terus memimpin tanpa bisa dikejar lagi oleh AS. Sementara pada saat itu kekuatan ekonomi
Indonesia yang saat ini menduduki 15 besar dunia, nomor satu di ASEAN akan
terus melaju menuju anak tangga 13 besar dunia.
Tahun 2030 diprediksi kekuatan ekonomi Indonesia menduduki 9 besar dunia
dimana di sepanjang urutan itu tidak ada nama Australia.
Makanya kita harus berwawasan visioner dong dalam
memandang masa depan. Bukan
mencak-mencak gak karuan, reaksioner, emosional, merasa lebih hebat, besar
kepala karena dilindungi oleh Pak De dan abang sepupunya, AS dan Inggris. Persekutuan Indonesia dengan Cina dan Rusia, jika
terbentuk, akan mampu menjungkirbalikkan peta kekuatan ekonomi dan militer Asia
Pasifik. Abad Asia Pasifik sudah di
depan mana. Kan gak pernah disebut abad
Asia Australia atau abad Asia Australia Pasifik. Dari ungkapan itu saja tersirat bahwa memang
ke depannya negeri benua selatan itu tidak dianggap oleh negara-negara “asli” Asia Pasifik. Jadi harap maklum ya, dia
kan “pendatang” bukan penduduk asli Asia Pasifik.
Jet tempur Sukhoi menjatuhkan bom |
Kahadiran armada angkatan laut Indonesia di pagar halaman
Darwin tentu sudah terukur tujuannya.
Seperti yang disampaikan Menlu Marty bahwa ada 4 perahu “milik”
Australia yang dikembalikan ke teritori Australia oleh tiga KRI. Jadi diantar sampai batas 12 mil pantai utara
benua itu. Jadi jelas tujuannya, bukan
mau ofensif atau menyerang. Ini operasi
kawal border dan boleh saja disebut unjuk kekuatan, tapi kan unjuk kekuatannya
di pagar halaman sendiri. Jadi sangat
lucu kalau kehadiran kapal perang sebuah negara lalu disikapi dengan pernyataan
kepanikan, siaga perang sampai menyebut operasi darurat mempertahankan daratan
Australia, memanggil kapal perang yang sedang bertugas di luar negeri, menunjuk
menteri pertempuran. Alamak, macam gelap
saja dunia ini di wajahnya. Mengapa
harus panik dan berkeringat.
Biasanya operasi siaga militer tidak untuk konsumsi
publik. Pengerahan armada laut RI ke NTT
tidak diumbar di media dalam negeri. Demikian
juga ketika RI mengirim 2 fregat dan 1 LPD ke Somalia untuk membebaskan KM
Sinar Kudus, semua rakyat bangsa besar ini tak ada yang tahu karena ini
menyangkut strategi militer. Jadi semua
yang dilakukan Indonesia itu terukur, terkontrol dan proporsional. Hubungan pertetanggaan RI dan Australia
adalah takdir sejarah karena letak keduanya tidak bisa dipindah sampai
kiamat. Jadi marilah melihat hubungan
bilateral ini dalam perspektif yang luas dan visioner. Bagaimana ke depannya generasi penerus kedua
bangsa bisa saling mengisi kelas-kelas kesejahteraan dan kebagusan cara pandang.
Semua persoalan hubungan bisa diselesaikan dengan otak
bukan otot. Karena Australia lebih dulu
mengedepankan otot untuk urusan manusia perahu, kita juga bisa tunjukkan bahwa kita
juga punya otot. Ini lho otot kami, kata sejumlah KRI di pagar Darwin, ditemani
herder bawah laut. Anehnya 3 KRI itu
tidak ada yang “menyambut”. Memang keki juga berhadapan dengan pemimpin
tetangga yang berkarakter “trouble maker”. Tapi percayalah model itu tidak mewakili suasana bathin sebagian besar
rakyat dan bangsa Australia. Dan kita
yakin suatu saat nanti Tony Abbott akan terengah-engah sendiri dengan lagak
cowboynya. Apalagi kalau Pak De dan
abang sepupunya AS dan Inggris bilang setengah membentak : “Mr Abbott, stop
your cangkem, mingkem !”.
****
Jagvane / 27 Januari 2014