Panglima TNI Jendral TNI Moeldoko mengatakan, generasi SU-35 memang menjadi tipe pilihan pengganti pesawat lama. Namun sejumlah prosedur teknis memang harus dilalui. TNI sudah menerima hasil kajian AU, tinggal memproses pertimbangan kemenhan.
"Memang kajian secara bottom up mulai dari TNI AU, Mabes baru ke kemenhan. Sekarang tinggal bagaimana kementerian mempertimbangkan risiko penggunaan teknologi canggih itu." kata Moeldoko di Jakarta, Selasa (28/1).
Risiko tersebut antara lain ongkos perawatan pesawat dan pembelian bahan bakar yang menghabiskan Rp 400 juta per jam terbangnya. Kalau misalkan Indonesia memiliki pesawat tipe tersebut, TNI akan meminta tambahan anggaran untuk kebutuhan operasionalnya.
Menhan Purnomo Yusgiantoro menjelaskan, belum menerima usulan atas pembelian SU-35. Dalam teknis kebutuhan, TNI AU dan Mabes TNI yang berwenang membahasnya. Namun di segi pendanaan, baru dikaji kembali oleh Pemerintah.
"Anggaran itu dibahas dulu di Mabes TNI, baru ke kemenhan. Nanti kami yang menentukan, apakah harus membeli produk Amerika, Swedia atau Rusia," ujar dia.
Saat ini TNI AU memiliki satu skuadron atau 16 unit pesawat campuran Sukhoi SU-27 dan SU-30 yang bermarkas di pangkalan udara Sultan Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan. Kedua jenis pesawat tersebut masuk dalam kategori jet tempur generasi keempat. Sementara Sukhoi SU-35 merupakan generasi di atasnya.
republika