SURABAYA -- Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana
TNI Marsetio mengemukakan program pembelian dan pengadaan alutsista,
terutama kapal perang dari sejumlah negara harus dibarengi dengan
transfer teknologi. Dengan begitu, ke depan pembangunannya bisa
dilakukan di dalam negeri.
Ditemui wartawan usai membuka dan memberikan pengarahan pada Rapat Pimpinan dan Apel Komandan Satuan tahun 2014 di Surabaya, Kamis (23/1), KSAL mengatakan, TNI AL telah memesan sejumlah kapal perang dari beberapa negara, seperti Korea Selatan, Inggris, dan Belanda untuk membangun kekuatan pokok minimum seperti yang sudah dicanangkan.
"Negara-negara di dunia memandang Indonesia sebagai negara maritim besar dengan pertumbuhan ekonomi cukup tinggi sehingga banyak negara yang menawarkan peralatan perang kepada Indonesia. Tapi, tidak semua diterima begitu karena harus ada kesepakatan transfer teknologi dalam pembangunannya," katanya.
Menurut Marsetio, transfer teknologi merupakan hal yang sangat penting agar ke depan industri pertahanan dalam negeri juga mampu membangun sendiri alat utama sistem senjata (alutsista) yang diperlukan oleh TNI AL.
"Seperti pengadaan tiga kapal selam dari Korea. Dua unit dibangun penuh di Korea, tetapi untuk kapal selam yang ketiga sudah ada transfer teknologi dan akan dikerjakan di dalam negeri oleh PT PAL," ujar Marsetio yang didampingi Wakil KSAL Laksdya TNI Hari Bowo.
Selain kapal selam, lanjut Marsetio, pengadaan perusak kapal fregat dari Belanda juga menerapkan sistem modul, yakni sebagian unit dibangun penuh di negara tersebut dan sebagian komponen lainnya di Indonesia. "Jadi, nantinya Indonesia tidak harus beli peralatan tempur dari negara lain, tetapi membangun sendiri melalui industri strategis yang ada di dalam negeri," tambahnya.
Laksamana Marsetio menambahkan pengadaan peralatan tempur tersebut telah masuk dalam rencana strategis jangka panjang TNI AL dan menggunakan anggaran tahun jamak dari APBN. "Kebijakan pembangunan kekuatan TNI AL ini juga saya sampaikan kepada seluruh peserta Rapim dan Apel Komandan Satuan. Kegiatan kali ini sekaligus menindaklanjuti arahan Panglima TNI pada Rapim TNI beberapa waktu lalu," katanya.
Ditemui wartawan usai membuka dan memberikan pengarahan pada Rapat Pimpinan dan Apel Komandan Satuan tahun 2014 di Surabaya, Kamis (23/1), KSAL mengatakan, TNI AL telah memesan sejumlah kapal perang dari beberapa negara, seperti Korea Selatan, Inggris, dan Belanda untuk membangun kekuatan pokok minimum seperti yang sudah dicanangkan.
"Negara-negara di dunia memandang Indonesia sebagai negara maritim besar dengan pertumbuhan ekonomi cukup tinggi sehingga banyak negara yang menawarkan peralatan perang kepada Indonesia. Tapi, tidak semua diterima begitu karena harus ada kesepakatan transfer teknologi dalam pembangunannya," katanya.
Menurut Marsetio, transfer teknologi merupakan hal yang sangat penting agar ke depan industri pertahanan dalam negeri juga mampu membangun sendiri alat utama sistem senjata (alutsista) yang diperlukan oleh TNI AL.
"Seperti pengadaan tiga kapal selam dari Korea. Dua unit dibangun penuh di Korea, tetapi untuk kapal selam yang ketiga sudah ada transfer teknologi dan akan dikerjakan di dalam negeri oleh PT PAL," ujar Marsetio yang didampingi Wakil KSAL Laksdya TNI Hari Bowo.
Selain kapal selam, lanjut Marsetio, pengadaan perusak kapal fregat dari Belanda juga menerapkan sistem modul, yakni sebagian unit dibangun penuh di negara tersebut dan sebagian komponen lainnya di Indonesia. "Jadi, nantinya Indonesia tidak harus beli peralatan tempur dari negara lain, tetapi membangun sendiri melalui industri strategis yang ada di dalam negeri," tambahnya.
Laksamana Marsetio menambahkan pengadaan peralatan tempur tersebut telah masuk dalam rencana strategis jangka panjang TNI AL dan menggunakan anggaran tahun jamak dari APBN. "Kebijakan pembangunan kekuatan TNI AL ini juga saya sampaikan kepada seluruh peserta Rapim dan Apel Komandan Satuan. Kegiatan kali ini sekaligus menindaklanjuti arahan Panglima TNI pada Rapim TNI beberapa waktu lalu," katanya.