Pages

Monday, 27 January 2014

Ratu Adil dari Istanbul


Westerling ingin mempertahankan negara federal. Menepuk dada sebagai pangeran penyelamat.

OLEH: HENDRI F. ISNAENI

Kapten Raymond Westerling, pemimpin pasukan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA), dan korban serangan APRA di Bandung Jawa Barat, 23 Januari 1950.

PADA 23 Januari 1950, pasukan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) menyerang TNI di Bandung, Jawa Barat. Serangan tersebut menewaskan 79 anggota TNI, tapi hanya 63 mayat yang diketahui identitasnya, antara lain tiga perwira menengah Letnan Kolonel Lembong, Mayor Djoko Soetikno, dan Mayor Sachirin; seorang kapten, 12 letnan, berikut sejumlah bintara dan prajurit. Sebanyak 16 korban tidak diketahui jati dirinya, sedangkan enam warga sipil akibat peluru nyasar.

Bagaimana ceritanya Kapten Raymond Westerling menamai pasukannya Ratu Adil? Setelah dipecat sebagai komandan KST (Korps Speciale Troepen) karena aksi brutalnya di Sulawesi Selatan, Westerling menjadi pengusaha.

Dalam memoarnya, Challenge to Terror, Westerling mengklaim, penduduk Jawa Barat, terutama kolega-koleganya, selalu memohon perlindungannya dari ancaman para bandit-bandit. “Mereka takut untuk menembak truk Anda,” kata seorang dari mereka kepada Westerling. “Mereka tidak akan berani menyerang desa kami jika Anda melindungi kami.” Supir truk yang mengangkut barang dagangan milik Westerling cukup bilang “mobil Westerling.” Para bandit pun tak berani mengganggunya.

“Penjelasan mereka membuat saya terguncang,” kata Westerling. Sebelum memutuskan membentuk oraganisasi pertahanan di kampung-kampung di Jawa Barat, Westerling pergi ke Jakarta untuk meminta saran dari Letnan Jenderal Simon Spoor. “Jika milisi desa dibentuk di tiap kampung,” Westerling beralasan, “mereka tidak hanya melindungi warga desanya dari bandit-bandit, tapi juga menjadi kekuatan untuk mempertahankan negara kecil (Pasundan) dalam Republik Indonesia Serikat,” lanjutnya.

“Saya pikir ide Anda sangat baik,” kata Spoor. “Tentu saja, saya tidak dapat berbuat apa-apa secara resmi. Tangan saya terikat. Tapi jika Anda memilih maju terus, Anda tanggung jawab sendiri,” ujar Spoor menegaskan posisinya.

“Itu cukup jelas bahwa saya punya persetujuan dari mantan komandan saya. Keraguan saya hilang. Pada Maret 1949 saya mulai bekerja,” kata Westerling. Dia merekrut teman dan bekas anak buahnya dari Koninklijk Leger (KL) dan Koninklijk Nederlands Indisch Leger (KNIL).

Pasukannya diberi nama Angkatan Perang Ratu Adil. Menurut Westerling, nama ini dipakai setelah seorang pribumi membawakannya buku ramalan Jaya Baya. Dalam karya yang ditulis pada abad ke-12 itu, terdapat kalimat: “…Dan kemudian akan datang Ratu Adil, Pangeran Keadilan, yang akan lahir di Turki.”

“Dan Anda lahir di Istanbul,” kata pribumi itu kepada Westerling.

Tampaknya, itu menjadi argumen mereka bahwa Westerling adalah Ratu Adil dari ramalan kuno, pembebas yang dijanjikan untuk orang Indonesia dari tirani. Mereka berpikir bahwa dia harus datang untuk membantu mereka. “Hari itu saya membaptis kekuatan saya ‘Pasukan Ratu Adil’,” kata Westerling.

Pasca penyerangan APRA, Komisaris Polisi JH van der Meulen, komandan APRA menyerahkan diri pada 26 Januari 1950. Tiga ratus pasukan APRA lainnya juga menyerah. Pengadilan militer Belanda menuntut mereka dengan tuduhan melarikan diri dari dinas militer. Pemerintah Republik Indonesia Serikat mengeluarkan perintah penangkapan Westerling.

Westerling pergi ke Jakarta untuk menemui Sultan Hamid II. Dia menerima tugas baru: menyerang sidang Dewan Menteri RIS sebagai upaya kudeta terhadap kepemimpinan RIS. Laporan utama “Aksi Brutal Westerling” di majalah Historia No. 7 Tahun II, 2012.

historia