Mabes Polri telah menyusun 'Naskah Pengaturan Penggunaan Pakaian Dinas Lapangan di Lingkungan Korps Brimob' yang diterbitkan Tim Perumus dari Mabes Polri pada November 2013 lalu, sebagaimana dikutip dari situs http://www.tsc-jatim.com/. TSC alias Teratai Shooting Club adalah komunitas olahraga menembak di bawah binaan Brimob Polda Jatim.
Disebutkan dalam 'Naskah Pengaturan' itu disebutkan sejarah seragam motof loreng atau disebut 'Camouflage' itu, yang memang digunakan semua angkatan bersenjata di era Presiden Soekarno, bukan cuma Brimob Polri.
Ada yang menarik, seragam itu ternyata bersumber dari seragam pasukan Perang Dunia II AS, USMC M1942 alias Marinir AS, hibah dan pampasan perang dari tentara NICA Belanda hingga beli dari US Army atau AD AS. AD AS disebutkan tak jadi memakai seragam motif lorengnya saat bertempur di Eropa karena motif lorengnya mirip dengan seragam tentara NAZI.
Untuk pampasan perang, diceritakan para pejuang sampai bertempur dengan tangan kosong merebut seragam loreng itu. "Dari para sesepuh TNI maupun Polri yang sempat berlaga dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia, beliau menyebutkan bahwa secara hand to hand combat merebut seragam loreng milik NICA untuk digunakan sebagai pakaian dinas lapangan sehari-hari," demikian dituliskan dalam 'Naskah Pengaturan' halaman 19.
Berikut kronologi sejarah pemakaian PDL loreng menurut 'Naskah Pengaturan':
5 Oktober 1954
Seragam loreng motif macan tutul pertama kali digunakan secara resmi oleh RPKAD (Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat, sekarang Kopassus TNI AD-red). RPKAD memakainya dalam defile, dengan model one pieces alias atasan dan bawahan menyatu.
Pemakaian seragam oleh RPKAD tidak terlepas dari penyerahan semua aset perang dari Belanda pasca peristiwa pemberontakan PRRI dan Permesta.
"Pada massa itu campur tangan peranan Amerika Serikat sangat kentara sehingga untuk menutup malu Amerika kala itu memberikan program ganti rugi yang digelar lewat USAID, semua satuan TNI dan Polri di kala itu di bawah kepemimpinan Soekarno, menggunakan loreng macan tutul," demikian seperti dituliskan.
Tahun 1961, Menjelang Operasi Mandala
Disebutkan bahwa satuan-satuan TNI-Polri mulai meninggalkan motif loreng 'macan tutul' dan menggantinya sesuai kekhasan masing-masing satuan, seperti RPKAD, KKO (Korps Komando Operasi, sekarang Marinir-red), PGT (Pasukan Gerak Cepat, sekarang Paskhas TNI AU-red) dan Menpor (Resimen Pelopor, cikal bakal Gegana-red).
Di tahun ini secara resmi Menpor menggunakan seragam loreng Pelopor yang secara terbuka diperlihatkan dalam latihan Rimba Laut di Pelabuhan Ratu Sukabumi.
"Pakaian dinas lapangan khas Korps Brimob kedua yang kemudian dikenal sebagai loreng Pelopor adalah asli milik pasukan Resimen Pelopor saat akan ditugaskan pada Operasi Mandala dalam kampanye Trikora," demikian disebutkan.
Tahun 1963-1968
Seragam loreng 'macan tutul' mulai memudar. Namun ada beberapa satuan yang memakainya, seperti yang dikenakan Mayjen Soeharto di Lubang Buaya pasca tragedi Gestapu.
Tahun 1969-1970
Penggunaan loreng motif garis mengalir khas Menpor mulai meredup karena Menpor dilikuidasi untuk restukturisasi internal Kepolisian. Pasca likudidasi, Menpor diperlakukan sebagai Brigade Mobil di bawah komando Mabes Polri. Seragam loreng khas Menpor juga diganti PDL warna hijau rimba khas Brimob.
Tahun 1974-1976
Menpor bertransformasi menjadi Gegana di tahun 1974. Pemakaian motif loreng khas Menpor semakin hilang dengan adanya kontroversi tragedi Minggu Palma oleh Batalyon Teratai tahun 1976 di Timor Timur.
Sebelum Oktober 1983
Ada 10 seragam loreng kesatuan/angkatan yang dipakai ABRI (sekarang TNI-Polri,red) yakni Kostrad (1 jenis), Marinir (2 jenis), Brimob (2 jenis), Kopasgat (2 jenis), Kodam Jaya (1 jenis), Kodam Kalbar (1 jenis), Kodam Irian Jaya (1 jenis), Loreng Kavaleri (2 jenis), Loreng Pomad Para (1 jenis) dan Loreng Kopassandha (1 jenis).
5 Oktober 1989 Saat HUT ABRI
Menhankam/Pangab yang dijabat Jenderal TNI LB Moerdani menghentikan pemakaian 10 seragam loreng dari berbagai kesatuan. Alasannya, menghemat biaya dan meningkatkan disiplin.
Sebagai ganti 10 seragam loreng kesatuan itu, hanya dipakai 1 motif saja, yakni, loreng DPM (Disruptive Pattern Material) Inggris.
Tahun 1996
Satu per satu personel Brimob mulai menjahit kembali PDL dengan mengambil motif Loreng Menpor, untuk kemudian oleh personel Brimob, diberikan nama generik sebagai "Loreng Pelopor".
5 Oktober 1998
Secara resmi penggunaan seragam motif Loreng Pelopor digunakan kembali secara terbuka oleh Korps Brimob Polri dari Batalyon B Resimen I Korps Brimob Polri, pimpinan AKB Gatot Mangkurat saat upacara peringatan hari ABRI yang digelar di Lanud TNI AU Halim Perdanakusumah.
November 2013
Mabes Polri mengeluarkan 'Naskah Pengaturan Penggunaan Pakaian Dinas Lapangan di Lingkungan Korps Brimob' yang merekomendasikan memakai kembali seragam loreng dengan 3 alasan yakni:
1. Berdasarkan pertimbangan historis merupakan bagian dari sejarah perjuangan Korps Brimob yang perlu dipertahankan.
2. Adanya kebutuhan penugasan khususnya medan operasi yang sangat spesifik menghadapi gangguan kamtibmas berkadar tinggi.
3. Kepatutan penggunaan seragam bermotif loreng, sebagaimana digunakan oleh beberapa lembaga penegak hukum dan Kepolisian secara internasional.
September 2014
Sedangkan merujuk dari situs brimobpoldakaltim.com, PDL loreng digunakan sesuai dengan surat Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia nomor: Kep/748/IX/2014 tentang Penggunaan Pakaian Dinas Lapangan (PDL) Loreng bagi personel Korps Brimob Polri.
14 November 2014
Kapolri Jenderal Pol Sutarman meresmikan pemakaian seragam loreng untuk Brimob saat memperingati HUT ke-69 Brimob, di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, Jumat (14/11/2014) ini.
"Berdasarkan keputusan Kapolri, penggunaan pakaian dinas lapangan PDL bermotif loreng secara resmi digunakan kembali yang selama ini tak dilaksanakan," ujar Sutarman saat menyampaikan amanat Inspektur Upacara di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, Jumat (14/11/2014). (Detik.com)