Latihan Anti Kapal Selam di Ambalat |
Indonesia merasa sangat perlu untuk menambah kuantitas kapal perang pemukul bawah air. Selama ini kepemilikan alutsista strategis itu kita hanya punya 2 biji dari Cakra Class, setidaknya itu yang terpublikasi. Sementara negara jiran Vietnam sebentar lagi memiliki 6 kapal selam Kilo dari Rusia. Malaysia sudah punya 2 Scorpene berencana menambah 2 lagi. Singapura punya 6 kapal selam eks Swedia dan berencana menambah 4 unit lagi. Australia dengan 6 Collins Classnya dan sedang mempersiapkan kapal selam tercanggihnya. Belum lagi bicara tentang punya Cina yang belakangan ini menjadi penganggu ketenteraman Laut Cina Selatan.
Logikanya sederhana. Jika memang sekarang kita punya 2 kapal selam lalu 3 tahun ke depan ada tambahan 3 kapal selam jenis Changbogo dari Korsel, artinya tahun 2018 kita punya 5 kapal selam. Tetapi sesungguhnya 2 kapal selam kelas Cakra pada saat itu sudah uzur dan perlu rawat inap lagi atau di museumkan saja. Jadi jumlah efektifnya tak beranjak dari 2-3 kapal selam padahal pada saat yang sama kekhawatiran tentang situasi kawasan “muka belakang” halaman rumah RI makin dinamis dan perlu penjagaan lebih ketat.
Belum lagi menjaga Ambalat yang belakangan ini diganggu manuver kapal selam tetangga. Belum lagi mewaspadai gerakan kapal selam Singapura yang teritori lautnya sempit. Sangat diyakini gerakan kapal selam Singapura selama ini selalu memasuki teritori laut Indonesia. Jadi selain perkuatan armada kapal selam perlu juga pangkalan kapal selam di Dumai Riau selain Teluk Palu dan Surabaya. Sebagaimana skenario sebelum krisis ekonomi 1997 ketika kita hendak membeli 5 kapal selam bekas pakai Jerman U-206 yang cocok untuk perairan dangkal. Sayang tidak jadi beli karena krisis itu.
Memang harus ada pintu lain untuk percepatan target perolehan 12 kapal selam pada tahun 2020. Oleh sebab itu tawaran Rusia merupakan hal yang menggembirakan karena untuk urusan kapal selam Rusia merupakan produsen yang disegani kualitas produknya. Ingat sejarah Trikora dulu, kehadiran 12 kapal selam Whiskey Class Rusia di Indonesia membuat Belanda terpaksa angkat kaki dari Papua. Teknologi kapal selam Rusia sampai saat ini diakui adalah yang paling senyap didunia.
Yang menarik dari tawaran 10 kapal selam Rusia ini adalah “cerita-cerita” sebelumnya sehingga menimbulkan berbagai spekulasi. Seperti diketahui beberapa tahun silam Presiden Vladimir Putin menyetujui pemberian pinjaman dana Kredit State untuk pembelian alutsista sebesar US$ 1 milyar kepada Indonesia. Nah yang 300 juta dollar itu sudah dibelanjakan alutsista made in Rusia berupa Tank Amfibi BMP3F, persenjataan Sukhoi dan suku cadangnya.
Kapal selam jenis Amur buatan Rusia |
Sisanya yang 700 juta dollar anehnya tidak boleh dibelikan alutsista lain selain sosok kapal selam, itu persyaratannya. Skenarionya yang 700 juta dollar itu merupakan jatah 2 kapal selam “herder” jenis Kilo. Tetapi berdasarkan pengumuman, pemerintah Indonesia tidak jadi membeli 2 Kilo karena yang menang tender tahun 2012 lalu adalah Korsel dengan persetujuan membuat 3 kapal selam “anjing kampung” dengan rincian 1 dibuat Daewoo, 1 dibuat bareng Daewoo dan PAL, 1 lagi dibuat PAL dengan supervisi Daewoo. Begitu skenario transfer teknologinya. Rusia mundur dari tender karena ada yang “lucu” disitu. Kan gue yang kasih 700 juta dollar pinjaman untuk 2 kapal selam. Kok pake-pake tender segala sih, kata Paman Beruang Merah.
Tetapi ternyata dalam perjalanan pembuatannya ada klaim dari Jerman sebagai pemilik teknologi U-209 bahwa negeri itu hanya memberi lisensi pada Turki, bukan Korsel sehingga perjalanan pembuatan kapal selam Changbogo yang merupakan fotocopy U-209 tersendat, sebagaimana dinyatakan Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq tanggal 19 Agustus 2013 yang lalu. Sehingga tawaran 10 kapal selam itu perlu dikaji lebih lanjut tentu dengan aroma tak perlu mempersulit minimal soal anggarannya. Jika disetujui baru bisa direalisasikan after 2014 atau MEF tahap II. Tetapi yang menjadi pertanyaan mengapa Ketua Komisi I DPR langsung mendukung, biasanya selalu ada klarifikasi dulu, atau mempertanyakan atau mengadakan rapat bareng atau “perlawanan ala kadarnya”.
Spekulasi yang berkembang boleh jadi pembuatan kapal selam Kilo terdahulu tetap berjalan tetapi tidak untuk konsumsi publik. Tahun 2009 sudah dimulai pembangunannya sehingga diperkirakan 2 Kilo itu sudah ada di perairan Indonesia saat ini. Nah untuk menutupi perjalanan masa lalu 2 Kilo itu maka skenario tawaran 10 kapal selam dari jenis Kilo, Amur dan Lada bekas menjadi jalan keluarnya sehingga jika pengadaan 10 kapal selam tadi disetujui sudah “include” 2 Kilo proyek sebelumnya. Bukankah Wakil Menteri Pertahanan Malaysia belum lama ini sudah berkoar-koar di Parlemennya bahwa Indonesia sudah punya 2 kapal selam buatan Rusia. Mengapa tidak dibantah.
Asumsi lain adalah jika masing-masing kapal selam yang di upgrade itu memerlukan dana US$ 70 juta maka klop untuk 10 kapal selam dengan kucuran kredit state Rusia yang belum terpakai sebesar US$ 700 juta. Tetapi angka US$ 70 juta itu rasanya kok belum pantas untuk 1 kapal selam bekas. Minimal diperlukan kisaran angka US$ 100 juta. Jangan lupa Vladimir Putin kan pernah menjanjikan tambahan Kredit State sebesar US$ 1milyar lagi untuk pengadaan alutsista Indonesia apalagi jika dikaitkan dengan rencana membangun sistem jaringan rudal penangkis serangan udara di sejumlah titik strategis di Indonesia.
Apapun itu, tawaran yang mendebarkan itu selayaknya patut kita apresiasi dan mendukung realisasinya karena kita memang butuh kapal selam lebih banyak untuk mengawal perairan teritori NKRI. Tentu dengan catatan lebih selektif melihat barangnya, nilai buku dan nilai jual, kepantasan teknologinya, ongkos retrofitnya termasuk biaya pemeliharaan dan ketersediaan awak kapal selam. Disebut mendebarkan karena tetangga kiri kanan juga ikut berdebar dengan tawaran ini termasuk juga spekulasi kehadiran Kilo, rangkaian proses persetujuan pengadaan, anggaran yang tersedia dan kesamaan pandang Ketua Komisi I DPR dengan Pemerintah yang tiba-tiba bisa seiring sejalan gitu loh.
analis