Pages

Tuesday, 1 April 2014

'Jalur Tikus' Jadi Faktor Sulitnya Amankan Perbatasan NTT-Timor Leste


Jakarta - Paspor menjadi surat yang wajib dibawa setiap penduduk untuk memasuki wilayah sebuah negara. Tak terkecuali di Kalimantan, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Irian Jaya saat menyebrang ke negara Malaysia, Timor Leste, dan Papua Nugini.

Menilik ke jalur perbatasan Malaysia dan Kalimantan serta Irian Jaya dan Papua Nugini, terbilang tergolong sedikit permasalahan yang timbul. Berbeda halnya dengan perbatasan antara Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Timor Leste, di mana kendala-kendala masih kerap terjadi.

Kendala yang paling rentan ialah kurangnya penjagaan keamanan di setiap jalur perbatasan. Alhasil masih banyak warga Timor Leste dan NTT yang melewati batas negara tanpa melalui pos imigrasi. Selain itu sangat banyak 'jalur tikus' yang terdapat di sekitar batas kedua negara tersebut.

"Untuk bicara security sangat longgar sekali perbatasan antara NTT dan Timor Leste, wilayah sedemikian terbuka luas, siapa saja bisa melintas, bukanya petugas tidak mau menjaga tapi terbatasnya sumber daya manusia (SDM) dan sarana prasarana juga menjadi kendalanya," kata Kepala Kantor Imigrasi Atambua, Anggiat Napitupulu saat meninjau perbatasan di kawasan Turiskain, Atambua, NTT, Jumat (28/3/2014).

Tak dipungkiri, jalur tikus menjadi faktor utama banyaknya warga berlalu lalang melintasi batas negara. "Dari data intelijen TNI, data jalur tikus total mencapai 42 di setiap jalur perbatasan dan di sepanjang 148,7 Km," jelasnya.

Adapun karakteristik perbatasan barat di NTT berbeda dengan Kalimantan yang berbatasan dengan Malaysia Timur. "Tidak seperti umumnya sungai di wilayah Kalimantan, sungai di NTT cenderung kering sehingga mudah ditembus para penduduk lintas negara tanpa pemeriksaan imigrasi, bea cukai atau karantina. Bahkan sungai yang kering tersebut dapat dilalui dengan menggunakan motor ataupun mobil," ungkapnya.

Alhasil pada tahun 2013 banyak warga Timor Leste yang di deportasi oleh pihak Imigrasi Atambua. "Pada tahun 2013, dari bulan Januari hingga Desember ada 37 Orang Timor Leste yang saya deportasi, mereka semua masuk lewat jalan tikus," terangnya
Lanjutnya, dalam setiap perbatasan antara Atambua, NTT dan Timor Leste terdapat 8 titik pos pemeriksaan. Namun hanya 6 pos pemeriksaan yang masih beroperasi dan berada di antara 2 kabupaten yaitu Kabupaten Belu dan kabupaten Timor Tengah Utara.

"Sebenarnya ada sembilan titik sesuai nota kesepahaman antara Indonesia-Timor Leste yang dibuat tahun 2003, namun satu titik berada di wilayah Kupang, bukan Atambua," imbuhnya.

Dari 6 pos yang telah beroperasi hanya 2 pos yang telah menggunakan perlintasan internasional atau menggunakan paspor. Sisanya menggunakan perlintasan tradisional atau sebagai pengganti paspor menggunakan Pas Lintas Batas (PLB) yang hanya dapat digunakan oleh warga perbatasan negara.

Di antaranya 6 titik pemeriksaan di wilayah Imigrasi Atambua adalah tempat pemeriksaan Imigrasi (TPI) Mata'ain, TPI Metamauk, dan Pos Turiskain. Ketiganya berada di wilayah kabupaten Belu, 2 titik sudah pos Internasional, hanya Pos Turiskain yang masih pos tradisional.

Sementara tiga titik yang berada di Kabupaten Timor Tengah Utara yakni TPI Napan, pos Wini, pos Haumeni Ana. "Dari total enam titik pemeriksaaan, TPI Mataain yang paling ramai dan paling bagus serta pos Turiskain yang paling buruk, batas negara hanya dibatasi sungai," kata Anggiat.